Berita Terbaru AJI Surabaya

Punya masukan untuk AJI Surabaya? Undangan, bahkan pengaduan pelanggaran etika anggota AJI Surabaya? Kirimkan melalui email di ajisurabaya@yahoo.com. Atau telp/fax di nomor 031.5035086. Semua masukan, kritik dll akan dimuat di blog ini. Tetap profesional dan independen!

Rabu, 12 November 2008

Bantu Sosialisasi Program Hendro D. Laksono Persembahkan AJISurabaya.org dan LBHSurabaya.org

Pentingnya sosialisasi program Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, menjadi salah satu alasan Hendro D. Laksono mempersembahkan website www.ajiurabaya.org dan www.lbhsurabaya.org. "Semoga, apa yang dilakukan AJI Surabaya dan LBH Surabaya semakin tersosialisasi dengan baik dan bisa membantu masyarakat,"kata Hendro, belum lama ini.


Hendro D. Laksono adalah mantan Chief Editor majalah Mossaik, yang sempat didampingi AJI Surabaya dan LBH Surabaya saat bersengketa dengan PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya (Radio Suara Surabaya). Dalam perjuangan mempertahankan hak-haknya sebagai pekerja itu mencapai titik akhir disepakatinya opsi pensiun dini oleh PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya, sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro. Sebelumnya, PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menuduh Hendro melakukan tindakan melanggar etika. Tuduhan itu tidak terbukti.

Dalam proses itu, Hendro menyadari pentingnya AJI Surabaya dan LBH Surabaya mensosialisasikan program kerjasa melalui website. Menurutnya, semakin banyak orang yang mengatahui program kerja AJI Surabaya dan LBH Surabaya, akan semakin mampu membuka khasanah pengetahuan mengenai banyak hal. "Saya misalnya, selama ini hanya mengetahui kulit-kulih hukum perburuhan, setelah berdialog dengan AJI Surabaya dan LBH Surabaya, maka sekarang sedikit lebih paham," katanya merendah.

Karena itulah, Hendro merasa "perlu" mempersembahkan website untuk dua organisasi itu. "Semoga setelah ini, semakin banyak orang yang tahu hukum, dan bisa membela hak-haknya yang terancam," katanya. Tunggu apalagi, buka website www.ajisurabaya.org dan www.lbhsurabaya.org.

Selasa, 28 Oktober 2008

Akhirnya, SS Meminta Maaf Kepada Hendro D. Laksono

Hendro Minta SS Mendukung Pembentukan Serikat dan Memperjelas Nasib ex-Karyawan Mossaik

Akhirnya PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menyepakati opsi pensiun dini sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik. Sebaliknya, meski beberapa pra syarat PHK-nya ditolak, Hendro akhirnya menyepakati opsi pensiun dini terhitung sejak 1 Nopember 2008. Keputusan ini muncul dalam bipartit terakhir di SS Media, Selasa (28/10) kemarin.

Berbeda dengan pertemuan-pertemuan terdahulu, bipartit kali ini bergulir sangat cepat. Nyaris tak ada perdebatan. Seluruh peserta forum, Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan dan Umum Administrasi (mewakili SS), Hendro, Djuli Edy Muryadi (kuasa hukum SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Punjung (SS Media), tak lagi menyodorkan argumetasi yang berseberangan.

“Keputusan kemarin (24/10) sudah disampaikan pada manajemen (SS Media). Intinya tidak ada masalah. Dan saya secara pribadi dan mewakili SS Media juga minta maaf bila ada yang tidak berkenan pada proses maupun putusan,” kata Romi, membuka forum.

Menanggapi hal ini Hendro mengatakan, pada prinsipnya definisi pensiun dini sebagai alasan PHK merupakan titik temu yang paling mungkin dijajaki. “Karena secara informal, saya juga sudah pernah menyampaikan keinginan ini pada saudara Romi dan Errol Jonathans. Sehingga saya menyetujui solusi ini,” tegas Hendro.

Walau, lanjutnya, opsi-opsi yang ia tawarkan sebagai prasyarat mentah di tengah jalan. “Tapi setidaknya saya akan berusaha percaya, manajemen SS tetap menjalankan syarat yang saya ajukan dalam bentuk yang berbeda,” lanjutnya. Syarat yang ia maksud diantaranya sikap positif manajemen SS terhadap pembentukan serikat pekerja dan jaminan kejelasan status karyawan di SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications).

“Sementara secara teknis, manajemen SS akan memberikan pesangon sesuai UU No 13 tahun 2003 dan kami juga bersedia memberikan surat referensi dengan label positif untuk pada Saudara Hendro,” tandas Romi.

Menjelang akhir forum Athoillah mengingatkan agar hasil pembicaraan dalam forum bisa segera di wujudkan pada risalah yang kelak ditandatangani pihak SS dan Hendro, termasuk saksi. “Karena risalah ini pasti akan diminta pihak Disnaker sebagai syarat pembatalan tripartit yang sudah diajukan SS Media pada akhir Juli 2008 lalu,” katanya.

Setelah semua pihak bersepakat, forum langsung membuat draft berita acara yang poin-poinnya kurang lebih sebagai berikut :

Pada hari ini Selasa tanggal 28 Oktober 2008, Pukul 17.00 WIB bertempat di Kantor PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya jalan wonokitri besar 40 C Surabaya telah dilakukan pertemuan (Bipartit) antara:

PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili oleh Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan & Umum Administrasi
Hendro Dwijo Laksono, selaku Chief Editor Mossaik / Manager, karyawan PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.

Dalam pertemuan ini Perseroan menyampaikan kehendak untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun Dini terhadap suadara Hendro Dwijo Laksono dan suadara Hendro Dwijo Laksono menyetujui kehendak tersebut.

Atas kesepakatan tersebut mulai dari tanggal 01 November 2008 saudara Hendro Dwijo Laksono sudah bukan lagi sebagai karyawan di PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, bagi karyawan Hendro Dwijo Laksono akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (5) jis. pasal 156 ayat (2),pasal 156 ayat (3), pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Demikian Berita Acara ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak yang didampingi masing-masing kuasa hukumnya, pada hari dan tanggal tersebut di atas.

Di bagian akhir berita acara, ada tanda tangan bermaterai antara pihak PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili Romi, Hendro, Djuli Edy, dan Athoillah.

Jumat, 24 Oktober 2008

Perselisihan SS Media-Hendro Masuki Tahap Solusi

Manajemen PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya akhirnya meralat alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik.

Definisi yang semula mengarah pada pelanggaran integritas dan kesepakatan kerja sama, berubah menjadi pensiun dini. Kesepakatan ini lahir dari pertemuan bipartit yang diadakan di kantor SS, Jl Wonokitri Besar 40-C, Juma’t (24/10).

Dengan demikian, atribut ‘negatif’ yang sebelumnya melekat di Hendro runtuh sudah. Apalagi dalam pertemuan sebelumnya (13/10), Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Administrasi SS Media) juga mempertegas, secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran apapun. “Hanya pelanggaran etika dan corporate culture,” kata Romi waktu itu.

Namun di depan peserta forum, Juli Eddy (pengacara SS), Punjung (finance SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Andre (AJI), Romi tetap menggaris bawahi, manajemen SS masih kukuh pada pendirian, manajemen tak bisa menerima Hendro sebagai bagian dari SS Media.

Meski di sisi lain manajemen juga mengakui, Hendro memberi kontribusi cukup positif pada pengembangan media cetak di SS Media, mulai dari Majalah Mossaik, Surabaya City Guide, dan EastJava Traveler.

Dengan demikian, potensi Hendro untuk kembali bekerja di SS tertutup sudah. Sehingga jalan penyelesaianpun mengarah pada opsi PHK karena pensiun dini.

Kebetulan, beberapa saat sebelum konflik ini muncul kali pertama pada 19 Juli 2008 lalu, Hendro memang sudah berniat untuk mengajukan pensiun dini. Niat ini muncul karena Majalah Mossaik tempat ia bekerja sudah tutup sejak tahun 2006, dan upaya pengembangan media cetak baru di SS terus tertutup kecuali Surabaya City Guide.

Tetap PHK
“Selengkap apapun saya menyodorkan data dan bukti untuk memperkuat keyakinan bahwa saya tidak bersalah, saya berpikir, statement Saudara Romi dalam pertemuan 13 Oktober 2008 lalu sudah memperjelas semuanya,” papar Hendro di depan forum. “Bahwa pertama, perusahaan pada dasarnya sudah tidak bisa menerima saya sebagai bagian dari SS Media. Kedua, perusahaan (SS Media) sudah tidak mungkin mengembangkan unit usaha yang bisa menampung kompetensi saya di bidang media massa,” tambahnya.

Untuk itu, Hendro siap di PHK karena alasan pensiun dengan beberapa catatan. Selain pesangon yang sesuai dengan UU, ia juga meminta agar SS membayar kerugian imaterial sebanyak 27 kali gaji. “Dimana 27 merupakan representasi masa kerja pasca penutupan Majalah Mossaik dan ketidakjelasan status, fungsi, job disc, dan perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan dari atasan yang saya anggap disengaja manajemen SS Media, terhitung sejak bulan Agustus 2006 hingga Oktober 2008,” jelas Hendro.

Hendro juga memberi catatan tambahan sebagai syarat, seperti permintaan agar manajemen SS mau membuat pernyataan di milis internal yang isinya siap memberi fasilitas pada upaya pembentukan serikat pekerja di SS Media, sekaligus memberi jaminan keselamatan karir dan kenyamanan siapapun yang tergabung di Serikat Pekerja SS Media.

Sedangkan catatan terakhir, ia juga meminta agar SS segera membangun sebuah mekanisme yang secara tegas, dalam pengertian memenuhi prasyarat legal dan formal, untuk memperjelas status karyawan, termasuk fungsi, hak, job disc, mekanisme kontrol dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, sekaligus re-orientasi SS sebagai sebuah lembaga media.

Usai pembacaan opsi penyelesaian ini, Romi mengatakan, perusahaan sulit untuk menerima poin-poin itu. Khususnya di pemenuhan kerugian imaterial, pernyataan di milis tentang serikat pekerja, dan upaya mempertegas status karyawan di Mossaik. Meski ia paham, SK yang dimiliki sebagian crew Mossaik memang perlu di-update. Karena SK lama itu masih menggunakan atribut pekerja media di Majalah Mossaik. Sementara sejak 2006, mereka sudah tidak bisa dikatakan sebagai tim redaksi Majalah Mossaik.

Karena perundingan mulai berjalan alot, akhirnya forum dihentikan dan rencananya akan dilanjukan Selasa (28/10).

Langkah Maju
Pertemuan kali ini, menurut Athoilah, Andre, dan Juli Eddy, sebetulnya sudah hampir sampai di ranah yang cukup positif. Karena kompromi dari dua belah pihak membuktikan, niat untuk mencapai penyelesaian sudah ada.

“Meski kalau boleh saya bilang, akan lebih bagus jika saudara Hendro tetap kembali bekerja di SS,” kata Atok. Namun sikap manajemen SS yang tegas menolak bergabungnya kembali Hendro, sudah sulit untuk dirubah.

Senada dengan penyataan ini, baik Hendro dan Romi juga sepakat, forum kali ini berjalan cukup baik. Hanya saja, kata Romi, ia sulit memenuhi poin-poin yang disampaikan Hendro. Khusus serikat pekerja dan niat perbaikan di status karyawan SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications, bentuk baru Majalah Mossaik), kata Romi, sebenarnya tak perlu dijadikan sebagai syarat.

“Karena itu memang hal yang ke depan akan jadi prioritas bagi kami, khususnya setelah muncul kasus Hendro. Ini pelajaran baik buat kita semua,” akunya.

Sementara Hendro menjelaskan, permintaan pemenuhan kerugian imaterial seperti yang ia katakan di forum, sebetulnya memiliki titik berat pada masa 27 bulan. “Bukan semata-mata pemenuhan kerugian imaterial. Tapi yang ingin saya katakan sebetulnya, selama 27 bulan itu, SS bersikap tidak profesional. Itu saja,” tandasnya.

“Dan saya juga nggak berminat untuk bicara duit. Ketika itu sudah saya sampaikan di forum, saya anggap sudah selesai. Karena harapan saya, itu jadi wacana di manajemen SS,” tambahnya.

Tentang permintaan serikat pekerja? “Saya merasa perlu diwacanakan sebagai syarat agar SS tahu, karyawan butuh jaminan keselamatan dan kenyamanan ketika akhirnya membangun serikat pekerja. Agar ke depan, ketika ada karyawan mengalami nasib seperti saya, karyawan tidak diadili dengan semena-mena seperti yang saya alami,” kata Hendro lagi.

Senin, 13 Oktober 2008

Direksi SS : Secara Legal Formal Hendro tak Bersalah

Bipartit SS-Hendro mulai Membidik Solusi

Dalam perspektif legal dan formal, Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik (Suara Surabaya Media), tidak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan. Pernyataan ini meluncur dari Romi Febriansyah, Direktur Umum dan Adminsitrasi Suara Surabaya menjelang akhir bipartit tiga di SS, Senin (13/10).

Seperti diketahui, pertengahan Juli 2008 lalu, Hendro diminta mengundurkan diri atau di PHK oleh SS karena dianggap sudah melakukan pelanggaran integritas. Pelanggaran ini berangkat dari aktifitas Hendro dengan membangun sebuah perusahaan yang core-nya sama dengan SS.

Meski oleh Iman Dwianto, Sekretaris AJI Surabaya dalam bipartit terdahulu sudah ditegaskan, benturan core business ini sebetulnya sulit dimengerti. Karena SS memiliki core business keradioan, sementara usaha Hendro mengarah pada wilayah yang jauh dari dunia keradioan. “Kalau Hendro bikin radio, baru bisa dibilang sebagai membuat usaha yang core-nya sama dengan SS,” kata Iman waktu itu.

Hadir dalam bipartit tiga, selain Hendro dan Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Adminsitrasi SS), Juliedi (corporate lawyer SS Media), Athoillah (LBH Surabaya), .... (LBH Surabaya), dan Punjung (staf keuangan).

Membuka pertemuan itu, Romi yang selalu memperjelas posisinya sebagai jembatan antara Hendro dengan manajemen SS Media mengatakan, perusahaan tetap menganggap Hendro melakukan pelanggaran. Yaitu pada sisi sudah melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan core busines perusahaan. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yang ada di komputer salah satu staf. “Dari komputer ini jelas kami temukan data atau file yang berhubungan dengan pekerjaan lain Hendro di luar pekerjaannya di SS. Mulai dari surat, profil, dan draft majalah,” papar Romi.

Menanggapi hal ini, Hendro tak merubah pendiriannya. Karyawan yang dalam beberapa bulan terakhir aktif mengkampanyekan perlunya serikat pekerja di SS ini mengatakan, ia merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Karena aktifitas di di luar sudah dilaporkan ke atasan. “Dan atasan saya malah bilang, itu rejeki saya. Artinya, dia tidak keberatan pada aktifitas saya di luar,” tandas Hendro.

Pertegas Posisi
Menurut Atohilah, untuk mengurai kasus perselisihan ini, SS mesti jelas dalam membuat definisi posisi Hendro di SS, baik saat masuk atau sesudah MOSSAIK ditutup pada tahun 2006. Karena sesuai SK perusahaan, Hendro masuk sebagai chief editor Majalah Mossaik. “Nah, saat Mossaik ditutup pada tahun 2006, posisi ini jadi rancu. Tak ada perubahan, tapi majalahnya sudah tidak ada,” kata pria yang akrab dipanggil Atok ini.
Menanggapi hal ini Romi mengatakan, secara legal formal, Hendro masih chief edior Mossaik. Tapi definisi Mossaik mulai berubah dari majalah menjadi unit lain. “Dalam perkembangannya, Majalah Mossaik ditutup dan berubah jadi sebuah lembaga yang bergerak di bidang taylor made media production, event organizer, dan lain-lain.

“Nah, pada fase itu jabatan Hendro secara legal apa? Posisi dia sebagai karyaan apa? Atau jangan-jangan kerja bakti? Atau apa? Ini yang mesti jelas kan?” tanya Atok lagi. Mendengar hal ini, Romi langsung menyanggah, bahwa persoalan Hendro tak lagi pada sisi azas legal formal dia sebagai karyawan.

Malah ia membuat ilustrasi tentang niat baik perusahaan yang selama ini mencoba untuk mempertahankan Hendro dan tim Mossaik. Secara bisnis, kata Romi, Mossaik yang pernah gagal mestinya membuahkan langkah PHK atau pensiun dini terhadap karyawan. Tapi hal ini tidak dilakukan. “Hak-hak karyawan Mossaik tetap terjaga. Mulai dari bonus sampai THR. Tak ada perubahan,” tegasnya.

“Kalau menurut saya, itu sesuatu hal yang tidak perlu dipaparkan. Soal gaji, THR, bonus, itu memang tugas perusahaan. Tak perlu dinyatakan sebagai sebuah kelebihan,” sanggah Hendro.

Suasana yang kian panas, kemudian coba diredakan Juliedi. Pengacara ini lantas mengingatkan forum agar kembali fokus pada akar masalah. “Sepertinya kita fokus pada kasus ini saja. Jangan bicara latar belakang atau hal-hal lain,” ingatnya. “Bagaimana kalau kita kembalikan kasus ini pada peraturan perusahaan,” lanjut Juliedi, dan langsung disambut kata setuju Atok.

Tak ada Pelanggaran
“Setelah kita pelajari, di Peraturan Perusahaan SS, kami justru melihat bahwa dalam hal ini tak ada satupun yang dilanggar saudara Hendro. Walau dipaksa-paksakan, juga tidak ada yang bisa disebut sebagai pelanggaran,” katanya. Dalam PP-nya SS hanya menggaris bawahi definisi pelanggaran pada sepuluh topik di pasal 31, dan di situ tak ada pelanggaran yang mengarah pada aktifitas lain bahkan pembuatan perusahaan lain.

Walau SS besikukuh bahwa pelanggaran itu berdasar catatan dalam SK, Atok mengatakan, itu bukan peraturan. Karena yang disebut peraturan dan tata tertib dalam kerja hanya peraturan perusahaan, bukan SK pengangkatan.

Romi kemudian membenarkan hal ini. Bahkan secara terus terang, ia mengakui adanya persoalan di SS pada sisi asas legal formal. Baik yang berhubungan dengan kekaryawanan, tata tertib, dan lain-lain. “PP itu dipaksakan. Bahkan keberadaannya di SS, menurut pak Toyo (Soetojo Soekomihardjo, Dirut PT Radio Fiskariajaya Suara Surabaya) tak perlu. Tapi saya bilang perlu. Jadinya ya gitu, ada kekuarangan, butuh penyempurnaan,” kata Romi.

Penjelasan ini agaknya tak menyurutkan pemaparan Atok tentang pelanggaran Hendro di sisi legal formal kekaryawanan yang sangat lemah. “Di pasal 33 peraturan perusahaan SS, ayat 3, dikatakan bahwa seseorang bisa diberhentikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu, pertama melanggar peraturan dan tata tertib, kedua, ternyata tidak mampu lagi melakukan pekerjaan. Nah, dalam dua kriteria ini, Hendro kan tidak ada masalah?” tanya Atok.

Kata Romi, “Benar. Secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran. Tapi pada sisi etika dan corporate culture, dia bermasalah. Yang pasti juga, manajemen SS juga sudah sulit untuk bekerja sama dengan Hendro. Benturannya terlalu banyak”.

Juliedi kemudian menyahut, “Bagi perusahaan seperti SS, di luar UU dan PP, ada yang lebih tinggi, yaitu filsafat dan corporate culture”. Kata Atok kemudian, “Wah kalau bicaranya ke sana kita juga susah. Bikin ukurannya apa, batasan dan patokannya mana? Yang pasti begini. Ketika Mossaik tutup tahun 2006, Hendro toh tetap terlibat dan bekerja dengan baik di sini, berakifitas, melebur dengan yang lain. Itu saja”.

Menuju Solusi
Meski sempat alot dan panas di tahap awal dialog, bipartit kali ini ternyata berbuah banyak kesepakatan positif. Seperti cara pandang terhadap persoalan yang makin kongkret, komitmen bahwa mesti ada solusi terbaik, dan jadwal pertemuan beikutnya.

“Intinya kalau LBH tetap berharap, SS bisa berkembang lebih baik bersama Hendro sebagai karyawannya. Tapi ini terserah Hendro dan SS dalam menyikapi,” kata Atok. Ke depan, lanjut dia, tinggal masuk pada opsi-opsi penyelesaian.

“Jadi masing-masing pihak nantinya saling menyampaikan usulan, lengkap dengan opsi-opsinya,” tambah Atok lagi, disambut anggukan masing-masing peserta bipartit tanda setuju. Dan pilihan hari yang disepakati adalah Selasa, 21 Oktober 2008, jam 11 pagi.***


Kronologi

13/10/2008, start jam 16.40

ROMI FEBRIANSYAH
Tetep dianggap melakukan pelanggaran pada sisi pekerjaan yg bersinggungan dg perusahaan, jenis usahanya bersinggungan dengan yg ada di SS. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yg ada di PC salah satu staf, yg berhubungan dg ‘pekerjaan lain di luar pekerjaan ss, surat menyurat, dll’.

HENDRO
Bukan sebuah pelanggaran

ROMI FEBRIANSYAH
Tetep dianggap melakukan pelanggaran pada sisi pekerjaan yg bersinggungan dg perusahaan, jenis usahanya bersinggungan dengan yg ada di SS. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yg ada di PC salah satu staf, yg berhubungan dg ‘pekerjaan lain di luar pekerjaan ss, surat menyurat, dll’.

ATOK
Pingin memperjelas posisi Hendro di SS, baik saat masuk atau sesudah MOSSAIK ditutup

ROMI
Secara legal formal Hendro adalah chief edior Majalah Mossaik
Dlm perkembangannya, SS berkembang, Majalah Mossaik ditutup dan ber-evolusi jadi sebuah lembaga ‘palu gada’ à taylor made production, event organizer, dll
Perkembangan lebih lanjut, ditemukan file draft sebuah majalah yg siap cetak dg label MS dan kontak person yg menggunakan nama Hendro. Secara definitif, SS menilai bahwa MS memiiki karakteristik = SS. Ditambah pengakuan beberapa orang yg mempertegas Hendro adalah owner MS.

ATOK
Setelah MOSSAIK ditutup, jabatan hendro secara legal apa? Kerja bakti atau apa? Dll

ROMI
Menggaris bawahi sisi etika, apakah boleh seseorang membuat perushaaan yg secara core bersinggungan dg ss

YULIEDI
Tolong dikembalikan ke akar masalah, di kaitkan dengan hal-hal yg berhubungan dg PP dan lain-lain.

ATOK
Setuju, ke PP. Setelah dipelajari di pasal 31, tak ada satupun yg dilanggar saudara Hendro. Walau dipaksa-paksakan, juga tidak ada yg bisa disebut sebagai pelanggaran.

ROMI
Memang ada persoalan di SS pada sisi penataan legal formal. PP itu dipaksakan. SS menurut pak Toyo tak perlu PP. Tapi saya bilang perlu.
Memang tak ada pelanggara di PP. Tapi di surat pengangkatan.

ATOK
Tapi di pasal 33, ayat 3, bahwa “Diberhentikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku ...:
Melnggar peraturan dan tata tertib.
Ternyata tidak mampu...
Artinya Hendro tidak melakkan pelanggaran apapun. SK bukan peraturan dan tata tertib. Dalam UU Tenaga Kerja Pasal 13, yg disebut dg uu adalah yg ada legal formal dari disnaker.

YULIEDI
Di luar UU/PP kan ada yg lebih tinggi yaitu spirit, filsafat, dll
Mossaik tutup. Dan ada MCOMM. Hendro terlibat di sana, berakifitas, melbur dengan yang lain.

ATOK
Lho Hendro kan terlibat di situ? Dan selama ini nggak ada masalah?

ROMI
Secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran. Tapi pada sisi ETIKA dan CORPORATE CULTURE.
Manajemen juga sudah sulit untuk bekerja sama dengan HENDRO. Benturannya banyak. Jadi (menurut YULIEDI : Terus maunya apa?).

Minggu, 28 September 2008

Selamat Idul Fitri

Dari Gubeng Airlangga 1 no.7 Surabaya, Kami, pengurus AJI Surabaya mengucapkan Selamat Idul Fitri 2008 kepada kawan-kawan jurnalis yang merayakannya. Semoga Idul Fitri tahun ini menjadi awal yang baik bagi kita semua.

Selasa, 23 September 2008

AJI Surabaya Mendukung Demonstrasi Solidaritas Jurnalis Surabaya
















AJI Surabaya mendukung aksi solidaritas jurnalis Surabaya dalam kasus pemukulan jurnalis Pangkal Pinang, yang digelar di seberang Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (23/09/08). Senada dengan sikap AJI Indonesia, AJI Surabaya mengecam kekerasan kepada jurnalis dengan alasan apapun.

Demonstrasi solidaritas yang berlangsung di Surabaya dilakukan oleh puluhan jurnalis dari berbagai media massa yang ada di Surabaya. Dalam demonstrasi yang berlangsung selama kurang lebih 30 menit dan disertai dengan melepasan ID Card jurnalis itu, demonstran menuntut pelaku penyerangan yang membuat korban babak pelur dan kamera video hilang itu untuk diadili.

Berikut ini kronologi lengkap kasus penyerangan itu, yang ditulis Dandhy Dwi Laksono (AJI):

Salah seorang kontributor RCTI di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Hengky Muhari,
Sabtu malam (20/9) dikeroyok belasan anggota TNI AL saat sedang meliput aksi
penganiayaan di sebuah SPBU.

Berdasarkan keterangan korban, saat itu Hengky mendengar terjadi kasus
penganiayaan di SPBU dan dia meluncur ke lokasi untuk meliput. Sesampainya di
TKP, ternyata penganiayaan masih terjadi dan yang bersangkutan sempat merekam
kejadian saat belasan tentara menganiaya pegawai SPBU dan seorang satpamnya.

Mereka marah karena salah seorang temannya yang hendak mengisi bensin, diminta
pindah ke tempat pengisian yang lain (masih di lokasi yang sama), karena alatnya
sedang rusak.

Melihat ada wartawan yang mereka aksi brutal mereka, belasan tentara AL itu lalu
beralih mengeroyok Hengky dan merampas kamera beserta isinya. Korban mengaku
dipukuli dan diinjak-injak. Saat ini korban sedang dirawat di RSUD
Tanjungpinang.

Sebelumnya korban mengadukan perkara ini ke polisi tapi oleh polisi diarahkan ke
Polisi Militer AL (Pomal). Di Pomal, korban diarahkan ke Rumah Sakit Angkatan
Laut, namun mereka menyatakan tidak perlu divisum. Karena kebijakan ini janggal,
korban lalu pindah rumah sakit guna mendapatkan visum.

Hingga email ini diposting, siang ini, Pomal rencananya akan menggelar jumpa
pers dan mengklaim sudah menahan 2 pelaku. Tapi camera dan kaset masih
misterius, karena tidak satu pihak pun yang mengaku telah merampasnya.

Ini kejadian kedua dalam sepekan kasus kekerasan dan perampasan. Sebelumnya, di
Timika, koresponden RCTI M Yamin juga mengalami kasus serupa. Kamera dan
kasetnya dirampas, lalu isi rekaman dihapus secara sepihak oleh Brimob Polda
Papua.

Kaset tersebut berisi gambar barang bukti mortir dalam ledakan di areal
penambangan Freeport yang diangkut tim Gegana ke Mako Brimob. Di dalam kaset
yang sama, juga ada rekaman lokasi jalur-jalur ilegal masuk ke areal tambang
Freeport. Jalur ilegal ini digunakan oleh para penambang ilegal untuk mengais
emas di areal penambangan.

Keberadaan para penambang ilegal ini diketahui oleh oknum-oknum aparat keamanan,
bahkan di-bekingi dengan logistik dll, karena diterapkan sistem bagi hasil.

Belum ada pelaku yang dihukum terkait hal tersebut. Kapolda Papua secara pribadi
telah meminta maaf kepada M Yamin, namun tidak ada tindakan hukum kepada para
pelaku.

Menurut UU Pers nomor 40/1999, kedua aksi tersebut bisa dikenai delik pidana.

Pasal 4 menyebut:
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.

Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Pasal 18
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).***

Photo by: istimewa

Sabtu, 20 September 2008

AJI Surabaya Menyesalkan Pernyataan Kapolda Jatim

Press Release

Mencermati pernyataan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja dalam wawancara dengan jurnalis di Mapolda Jawa Timur, Jumat (19/09/08) yang menyatakan bahwa kameramen televisi lebih fokus mengambil gambar dari pada memberi pertolongan kepada korban tragedi pembagian zakat di Pasuruan. Dengan ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengklarifikasi:

1. Kami ingatkan kembali tugas jurnalis yang tertulis dalam UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. Pada Pasal 1 dan Pasal 4 tertulis, bahwa wartawan (jurnalis) adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Sementara visi dan misi Polisi Republik Indonesia (Polri) adalah pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat itu meliputi aspek security, surety, safety dan peace, sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.

AJI Surabaya menyesalkan pernyataan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja yang menyalahkan jurnalis dalam peristiwa itu. AJI Surabaya menilai, kemanusiaan di atas segala-galanya. Dan menjaga nilai kemanusiaan itu bisa dilakukan dengan menjalankan tugas dan fungsi masing-masing profesi secara profesional. Bila hal itu dilakukan, maka tragedi pembagian zakat di Pasuruan tidak akan terjadi.

Demikian klarifikasi ini.

Hormat Kami


Donny Maulana
Ketua AJI Surabaya

Iman D. Nugroho
Sekretaris I

Jumat, 19 September 2008

AJI Surabaya Mencermati Statemen Kapolda Jatim

Iman D. Nugroho

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mencermati statemen Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Herman Suryadi Sumaredja yang mengkritik jurnalis televisi dalam kasus meninggalnya 21 orang calon penerima zakat di pasuruan, Jawa Timur. Dalam berita yang dimuat oleh www.beritajatim.com itu, Herman menyalahkan jurnalis yang dianggap lebih mementingkan mengambil gambar, ketimbang menolong korban.

"AJI Surabaya mencermati komentar Kapolda Jatim, kita akan melihat lebih jauh, apakah statemen itu masuk ke dalam kritikan biasa polisi kepada profesi jurnalis, atau sudah masuk kepada pengkambinghitaman jurnalis dalam kasus Pasuruan," kata Kukuh S. Wibowo, Divisi Etik Profesi AJI Surabaya.

Seperti diberitakan www.beritajatim.com, Kapolda Jatim selain mengakui kesalahan anggotanya juga memberikan kritik kepada jurnalis yang meliput tragedi tewasnya 21 ibu-ibu di rumah H Syaikhon Pasuruan. Pasalnya saat kejadian tersebut wartawan yang meliput kurang tanggap kedtika ada sejumlah warga yang terdesak dan terengah-engah di tengah kerumunan masih saja disorot kamera.

"Saya lihat di televisi banyak masyarakat yang tidak tanggap, jika keadaan seperti itu, seharusnya pagar pembatas harus dijebol, tak hanya masyarakat, kameramen pengambil gambar pun terlihat lebih mementingkan gambarnya daripada menolong orang," tandas Irjen Pol Herman Suryadi Sumaredja usai shalat Jumat di Masjid komplek Mapolda Jatim, Jumat (19/09/2008).

Statemen itu memunculkan komentar keras dalam mailing list jurnalis atau mailing list yang concern pada persoalan media. Karena itulah AJI Surabaya memandang perlu untuk menegaskan sikap atas statemen Kapolda itu. Dalam salah satu artikel yang dimuat di Harian Surya diceritakan adanya upaya jurnalis untuk menolong korban salam peristiwa itu.

Kamis, 18 September 2008

Demi THR, Wartawan Jember Bikin Ulah

www.beritajatim.com/Kamis, 18/09/2008 18:09 WIB
Minta Jatah THR, Pemkab Diserbu 'Wartawan dan LSM'
Reporter : Heru Nugroho

Jember – Memasuki pertengahan bulan ramadhan dan mendekati hari raya Idul Fitri, semua institusi atau unit kerja di jajaran Pemkab Jember mulai diserbu 'wartawan dan LSM'. Pemandangan tersebut bisa terlihat setiap hari di kantor-kantor unit kerja.

Bahkan jumlahnya meningkat tajam dari hari ke hari. Ironisnya dari oknum-oknum yang mengaku wartawan dan LSM tersebut kebanyakan bukan warga Jember. Pasalnya wajah-wajah oknum-oknum tersebut masih asing dimata wartawan dan LSM Jember.

Kebanyakan oknum-oknum yang mengatasnamakan wartawan dan LSM tersebut datang berombongan, dengan jumlah kisaran 8 sampai 20 orang, bahkan bisa lebih dari itu. Modusnya, para oknum tadi mendatangi pejabat-pejabat yang dianggap mempunyai posisi basah, seperti Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Bagian, Pimpinan Proyek (Pimpro), bendahara proyek dan lainnya.

Ujung-ujungnya mereka meminta jatah sejumlah rupiah untuk THR. Pantauan beritajatim.com pemandangan tersebut juga terlihat pada hari Kamis ( 18/9/2008 ) di sejumlah unit kerja, seperti Perhutani dan sejumlah unit kerja.

Hal ini sangat meresahkan pejabat yang didatangi. Pasalnya para pejabat rata-rata tidak mengenal satu persatu oknum yang datang tersebut. Seperti disampaikan Kadispenda Pemkab Jember, Drs. H. Suprapto.

"Masak hampir setiap hari ada yang datang rombongan 10, 15 orang masuk ruang kerja saya, padahal saya nggak ada yang kenal mereka itu siapa, tetapi sok kenal dengan saya," sesalnya.

Dirinya mengaku kebingungan menghadapi rombongan seperti itu, sehingga sulit mengambil tindakan. "Mau diusir itu gimana, mau saya terima ya tidak ada yang kenal, ya terpaksa saya temui sebentar dan ujungnya yang minta itu (uang)," tuturnya.

Demikian juga disampaikan sejumlah pejabat di Pemkab, para pejabat mengaku kewalahan menghadapi hal tersebut. "Ini belum seberapa, kalau sudah dekat hari raya semakin banyak jumlahnya, pengalaman tahun lalu bisa mencapai ratusan dan datang dari berbagai kota," ujar Humas Infokom, Drs. Giat Tarigan.

Tarigan selaku Humas Pemkab Jember menyesalkan hal tersebut, apalagi selama ini pihaknya sudah mendapat himbauan dari organisasi wartawan dan redaksi masing-masing media untuk tidak menyediakan THR.

"Kalau setiap hari liputan di Pemkab mungkin kita tahu dan tidak keberatan, tetapi ini nggak ada yang kenal, dan yang memalukan kalau ada buka puasa dengan Bupati, semakin banyak yang datang," sesalnya.

Sebelumnya Ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Jember, Mahbub Djunaedi, sudah menegaskan dan berkirim surat kepada semua instansi di lingkungan Pemkab Jember untuk tidak menyediakan THR kepada wartawan. [her/kun]

Rabu, 17 September 2008

SERUAN TUNJANGAN HARI RAYA (THR) PADA JURNALIS

Press Release

Surabaya, 17 September 2008

Kepada Yth:
Pimpinan Media Massa
di Tempat

Dengan hormat,

AJI Surabaya menghimbau kepada pengelola media massa, baik cetak dan elektronik untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada jurnalis. Pemberian THR kepada jurnalis yang merupakan buruh dalam perusahaan media massa, terikat Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) no.4 tahun 1994 yang mengatur pemberian THR sebanyak satu bulan gaji dalam hari besar keagamaan, minimal tujuh hari sebelum hari raya.

Pemberian THR sekaligus merupakan upaya untuk menghindarkan jurnalis dalam praktek suap yang seringkali terjadi menjelang Hari Raya. Pemberian suap kepada jurnalis adalah tindakan melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), terutama pasal Pasal 6 yang tertulis Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran dari pasal itu adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum dan segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Ketaatan jurnalis kepada KEJ diatur dalam UU No.40 tahun 1999 Tentang Pers, utamanya Pasal 7 yang tertulis Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

AJI Surabaya sekaligus menghimbau nara sumber untuk tidak memberi apapun kepada jurnalis, termasuk THR. Dan melaporkan kepada aparat Kepolisian, jika terjadi tindakan pemerasan oleh jurnalis kepada nara sumber dengan alasan apapun.

AJI Surabaya juga menghimbau kepada jurnalis untuk menolak pemberian suap dalam bentuk apapun dari nara sumber, dengan alasan pemberian THR.

Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Hormat Kami


Ketua AJI Surabaya
Donny Maulana

Sekretaris I AJI Surabaya
Iman D. Nugroho

Kamis, 11 September 2008

AJI Surabaya di Detiksurabaya.com

Kamis, 11/09/2008 12:12 WIB
Buntut Skorsing
Konflik Jurnalis dengan Manajemen SS Media Kian Panas
Budi Sugiharto - detikSurabaya


Surabaya - Sanksi skorsing sejak 19 Juli 2008 hingga sekarang dari perusahaan yang dialami Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik milik Suara Surabaya Media (SS Media) kian memanas.

Merasa didzolimi, Hendro pun berusaha melawan manajemen SS Media dengan dibackup AJI dan LBH Surabaya. Kasus sengketa ini oleh SS Media sudah diserahkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya. Namun Hendro menolak upaya itu. Dia lebih menginginkan diselesaikan secara bipartit, antara dirinya dengan manajemen SS Media.

Perundingan bipartit antara Manajemen SS Media dengan Hendro D. Laksono untuk kedua kalinya kembali digelar pada Rabu (10/9/2008). Hendro dalam perundingan itu didampingi oleh Iman D. Nugroho, Sekretaris 1 AJI Surabaya dan SS Media diwakili Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah.

Menurut Hendro, pertemuan itu berakhir tanpa hasil. Menurut Hendro, manajemen SS Media tetap menuduhnya telah melakukan pelanggaran berat dan pantas untuk di-PHK. "Saya hanya ingin tahu penjelasan SS mengenai alasan sanksi skorsing sebenarnya apa. Selama ini kan penjelasannya kan selalu gonta-ganti," tegas Hendro yang dihubungi detiksurabaya.com, Kamis (11/9/2008).

Menurut Hendro, dirinya dituding telah melakukan aktivitas bisnis lain yang bertabrakan dengan core bisnis PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya atau Suara Surabaya Media. Alasan dari pihak SS Media dianggap Hendro tergolong aneh.

Keanehan pertama menurut dia adalah tudingan pelanggaran berat yang dituduhkan. Hendro merasa tudingan itu tidak terdifinisi dengan pasti. Termasuk jenis media apa yang pernah diterbitkan dan dianggap bertabrakan dengan core business SS Media.

Karena menurut Hendro, dalam sejarahnya, PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang mengudara sejak 11 Juni 1983 ini dalam perkembangannya hanya melebarkan sayap pada dunia broadcasting dan online semata.

"Kalau toh ada media massa jenis cetak, bernama Majalah Mossaik, sudah berhenti terbit pada pertengahan 2006. Dan waktu itu saya juga meminta kejelasan status saya, tapi tidak ada jawaban," tegas Hendro.

Dalam pertemuan kemarin itu, kata Hendro, dirinya tetap mendesak manajemen yang diwakili Romi untuk menjelaskan kesalahan yang telah dilakukan sehingga diberikan sanksi skorsing dan akhirnya di PHK itu.

Namun, lanjut Hendro, Romi tak bisa menjelaskan secara pasti kecuali hanya mengatakan jika keputusan manajemen sudah bulat bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran berat.

"Semua harus dilakukan secara prosedural dan afair. Dengan upaya yang saya lakukan ini, saya berharap agar SS bisa menghargai karyawannya," terang dia yang mengaku sedang mengajar di Stikosa-AWS ini.

Sementara pihak SS Media yang dikonfirmasi tidak membuahkan hasil. Berkali-kali dihubungi telepon seluler Romi Febriansyah tidak aktif.(gik/gik)

Kamis, 11/09/2008 13:36 WIB
Kena Skorsing, Desainer 'SS Media' Juga Melawan
Budi Sugiharto - detikSurabaya


Surabaya - Sanksi skorsing tak hanya dialami Chief Editor Majalah Mossaik, Hendro D Laksono. Namun, desain grafis Mossaik Communication (M COMM) di bawah naungan Suara Surabaya Media (SS Media) Adam Tri Nuryanto juga senasib. Dia skorsing dengan tudingan memiliki pekerjaan sampingan yang sesuai dengan core bisnis perusahaan.

Adam adalah awalnya bekerja sebagai desain grafis di Majalah Mossaik. Namun karena majalah tersebut mati, akhirnya dialihkan ke dalam bisnis penggantinya yaitu M Comm.

Spesialis desain ini menerima skorsing sejak tanggal 18 Juli 2008. "Sampai sekarang masih diskorsing. Sudah dua kali diperpanjang. Yang terakhir ini ada surat resminya," kata Adam yang dihubungi detiksurabaya.com, Kamis (11/9/2008) siang.

Menurut dia, skorsing yang pertama kali diterimanya itu disampaikan secara lisan oleh Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah. Alasannya kata Adam, dituduh telah melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan bisnis M Com. Alasan itu karena di komputer tempat biasa Adam bekerja ditemukan file-file disain yang diluar kepentingan M Comm.

"Saya akui memang ada file desain lain di komputer kantor. Tapi itu file memang hasil copy dari laptop saya. Saya pindah ke komputer kantor memang untuk finishing saja," terang Adam.

Namun Adam membantah jika pekerjaan sampingannya itu dianggap telah mengganggu tugasnya di M Comm. "Sama sekali tidak. Tidak pernah ada catatan saya tidak mengerjakan tugas tak sesuai jadwal," tegasnya.

Semenjak Majalah Mossaik tutup, kata Adam, M Comm mengerjakan majalah East Java Traveller (tutup juga), Surabaya City Guide dan menerima pengerjaan majalah Halo milik Telkomsel. "Majalah itu kan terbitnya ada yang satu bulan sekali dan dua bulan sekali. Jadi waktu luang saya banyak, sekali lagi saya tidak pernah menggarap disain lain di kantor," katanya.

Adam sendiri kaget ketika tiba-tiba, Romi memberikan sanksi skorsing tanpa ada peringatan dahulu. "Mestinya kan secara prosedur ada surat peringatan dan lain-lainnya," keluh Adam.

Karena tidak terima dengan skorsing tanpa ada alasan yang jelas itu, seperti halnya Hendro, Adam juga meminta bantuan AJI dan LBH Surabaya untuk ikut membackup perjuangannhya melawan ketidakadilan ltu.

"Saya sudah minta bantuan AJI dan LBH. Saya tidak tahu ke depan seperti apa namun yang pasti kalau pun toh nantinya ada PHK hendaknya dilakukan secara prosedural dan transparansi," ungkap dia.

Sedangkan Romi Febriansyah tidak bisa dihubungi, ponselnya non aktif.

tidak aktif.
(gik/gik)

Rabu, 10 September 2008

Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Anshari Thayib











Anshari Thayib
, 1947-2008
naskah dan photo: Iman D. Nugroho


Segenap pengurus dan anggota AJI Surabaya ikut berduka cita atas meninggalnya Anshari Thayib, tokoh pers Jawa Timur, mantan wartawan Harian Surya, Mantan Ketua PWI Jawa Timur dan Anggota Komnas HAM.

Anshari Thayib adalah salah satu putra terbaik kelahiran Kediri tahun 1947. Sosok yang selama menjadi wartawan dikenal dengan tulisan yang religius dengan tokoh bernama Kyai Siasat ini meninggal dunia akibat sakit kanker getah bening yang dideritanya. Saat penyakit itu mulai mengganggu, Anshari dirawat di Graha Amerta RSU Dr. Soetomo Surabaya hingga akhirnya meninggal dunia, Rabu malam ini.

Kekyaian Anshari semakin terasah saat bapak dua anak ini aktif menjadi salah satu penyuport Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 2004 itu berkarir untuk terakhir kalinya sebagai anggota Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dan sempat ambil bagian dalam investigasi kasus semburan lumpur Lapindo di Porong.

Dalam dunia jurnalistik, Anshari tercatat menjadi wartawan untuk pertama kalinya di Harian Pagi Sinar Harapan pada 1970-an. Saat Majalah Tempo membutuhkan koresponden Jawa Timur, Anshari ikut bergabung hingga akhir tahun 1977. Harian Surya menjadi "persinggahan" jurnalistik pria berperawakan kalem ini dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Litbang dan kreator Kyai Siasat.

Selamat jalan Pak Anshari,..

Perundingan Bipartit 2 Berakhir Buntu

Press Release AJI Surabaya

Perundingan Bipartit 2 antara Manajemen Suara Surabaya Media dengan Hendro D. Laksono, dalam kasus sengketa perburuhan, berakhir tanpa keputusan apa-apa alias buntu. Manajemen Suara Surabaya Media tetap menuduh Hendro telah melakukan “kesalahan berat” dan pantas untuk di-PHK. Sementara Hendro merasa tuduhan itu tidak jelas.

Dalam pertemuan itu, Manajemen Suara Surabaya Media yang diwakili Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah kembali menegaskan bahwa Hendro telah terindikasi melakukan aktifitas lain yang bertabrakan dengan core bisnis PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya atau Suara Surabaya Media. “Hendro punya usaha sejak tahun 2002, sebelum masuk SS, dan itu kami (manajemen SS) anggap sebagai kesalahan berat,” kata Romi. Karena itulah, Manajemen SS Media mengangap Hendro layak untuk di-PHK atau mengundurkan diri dari jabatannya.

Hendro yang dalam perundingan itu didampingi oleh Iman D. Nugroho, Sekretaris 1 AJI Surabaya hanya tersenyum, sembari meminta Romi menjelaskan apa definisi kesalahan berat yang bertabrakan dengan core bisnis SS Media itu. “Apa saya membuat lembaga broadcasting baru, karena secara legal formal, core bisnis SS Media adalah radio Suara Surabaya?” tanya Hendro. Romi tergagap. “Bukan itu, tapi lembaga penerbitan,” jawab Romi sembari menjelaskan bahwa keputusan itu diambil setelah tiga direksi SS Media, Errol Jonathans, Wahyu Widodo, Gati Irawarman, Herru Sholeh dan Romi sendiri.

Jawaban ini tergolong “aneh”. Keanehan pertama adalah “pelanggaran berat” yang dituduhkan ke Hendro tidak terdifinisi dengan pasti. Termasuk jenis media apa yang pernah diterbitkan dan dianggap bertabrakan dengan core business SS Media. Apalagi dalam sejarahnya, PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang mengudara sejak 11 Juni 1983 ini dalam perkembangannya “hanya” melebarkan sayap pada dunia broadcasting dan online (SuaraSurabaya.net) semata. Kalau toh ada media massa jenis cetak, bernama Majalah Mossaik, sudah berhenti terbit pada pertengahan 2006.

“Pertanyaan saya belum terjawab, mana core business yang saya langgar? Apakah saya punya radio baru, atau punya radio dengan portal berita baru atau mendirikan majalah seperti Mossaik?” tanya Hendro. Lagi-lagi Romi tergagap. Romi tetap bersikukuh bahwa “pelanggaran berat”, sesuai keputusan direksi SS Media telah terindikasi dilakukan Hendro. “Mungkin kita berbeda persepsi, karena itulah SS Media membawa kasus ini ke Disnaker Surabaya,” jelasnya.

Sementara itu, Iman D. Nugroho yang diberi kesempatan bicara menekankan adanya penyelesaian yang adil dalam kasus SS Media –Hendro D. Laksono. Iman menyayangkan ketidakhadiran dua direktur lain yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah ini. “Kalau Direktur Operasional Errol Jonathans dan Direktur Marketing Wahyu Widodo bahkan Direktur Utama Sutojo Soekomihardjo hadir, mungkin persoalannya jadi lebih cepat menemukan solusi,” kata Iman.***

Kontak Person:
1. Iman D. Nugroho (081.334.075.034)
2. Athoillah (081.7960.8037)

Recorfirm SS Media:
Romi Febriansyah (0855.300.85.00)

Selasa, 02 September 2008

Bipartit II Sengketa SS Media-Hendro Akan digelar di Kantor Radio SS

Penyelesaian kasus sengketa perburuhan antara Chief Editor Majalah Mossaik Hendro D Laksono dengan Suara Surabaya Media terus berlanjut. Setelah Biparti I yang digelar di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya akhir Agustus lalu, Bipartit II akan dilaksanakan di kantor Suara Surabaya Media, Jl. Wonokitri Besar 40 C Surabaya, Rabu (10/09/08) pukul 15.00 WIB.

Dalam pertemuan itu, Hendro akan ditemani oleh AJI Surabaya dan LBH Surabaya. Sementara SS Media akan diwakili oleh tim Kuasa Hukum dan Rommy Febriansyah, Direktur Umum & Administrasi. Seperti diketahui Majalah Mossaik bernaung di bawah manajemen SS Media yang juga mengelola radio Suara Surabaya FM.

Seperti diberitakan sebelumnya, sengketa perburuhan antara Hendro dan SS Media ini berawal dari keinginan SS Media mem-PHK Hendro dengan alasan tindakan tidak profesional (mendirikan perusahaan di dalam perusahaan). Hendro menolak tuduhan sepihak dan semena-mena itu, dan meminta SS Media mem-PHK dengan alasan tutupnya Majalah Mossaik. Ganti SS Media yang bersikukuh pada pendiriannya. SS Media kemudian melaporkan kasus ini ke Disnaker Surabaya.

Di dampingi AJI Surabaya dan LBH Surabaya, Hendro yang sempat diskors oleh SS Media itu meladeni keinginan SS Media untuk menyelesaikan kasus ini melalui Disnaker. Sengketa perburuhan di SS Media memang bukan kali pertama terjadi. "Semoga ini yang terakhir dan tidak ada lagi sengketa perburuhan untuk teman-teman saya di SS Media maupun di perusahaan lain yang memposisikan buruh dengan tidak adil," kata Hendro.

Senin, 01 September 2008

Usai Mewawancarai Ryan, Jurnalis Radar Mojokerto Diteror

Setelah berhasil mewawancarai tersangka kasus pembunuhan perantai Verry Idam Henyansyah atau Ryan di Sel Polda Metro Jaya, Jakarta, Jurnalis RADAR MOJOKERTO, JAWA POS Group, Jalaluddin Hambali diancam dan diteror. Berikut ini kronologi selengkapnya:

--------------------------
Kronologi Liputan:
Dari Jombang, Mengantar Keluarga,
Menjenguk Ryan di Tahanan Polda Metro
(16 hinga 18 Agustus 2008)

Bismillah..
Aku kenal dengan Siatun, 58, Achmad Sadikun, 62 dan Mulyo Wasis, 44 saat wawancara di mapolres, beberapa hari pada minggu pertama Agustus. Ketiganya adalah ibu, ayah dan kakak tiri Very Idham Henyansyah alias Ryan, 30. Ryan, Siatun dan Achmad tinggal di rumah di Dusun Maijo Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang Jombang. Wasis, guru SDN di Kecamatan Kesamben, tinggal bersama istri dan anaknya di Dusun Jeruk Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang. Wasis anak tunggal Siatun dari pernikahan perdananya dengan Sahlan. Keduanya berpisah pada tahun 1964, saat Wasis belum genap berusia setahun. Sahlan yang telah menikah lagi, kini tinggal di Kecamatan Bareng, Jombang. Sehari-hari, pagi hingga siang, berada di Pasar Bareng, bekerja sebagai tukang jahit sepatu, sandal dan payung.

Sejak Ryan dinyatakan penyidik polda metro sebagai tersangka pembunuh Heri Santoso pada 14 Juli 2008, orang tua Ryan sering dijadikan nara sumber berita. Ini berlanjut ketika keduanya menginap di Mapolres dan berlanjut di Mapolda Jatim mulai 1 Agustus untuk menjalani pemeriksaan. Saat penggalian 10 korban di belakang rumahnya pada 21 dan 28 Juli, orang tua Ryan belum menjalani pemeriksaan.

Saking seringnya diwawancarai, Siatun, makin ’’melek media’’. Bahwa komentarnya adalah sebuah komoditas yang bernilai bagi pers. Entah siapa yang memulai, pers atau Siatun, pemberian imbalan dalam beberapa kali wawancara akhirnya terjadi berulang kali. Kru TV ada yang memberi imbalan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta setelah wawancara.
Saat berada di mapolres, Siatun merasa kesulitan finansial. Tidak punya pendapatan tetap. Satu-satunya sumber pendapatan, uang pensiun suaminya, sebagian besar terserap untuk melunasi angsuran pinjaman di BRI dan BTPN. Nilai sisa pinjaman di kedua bank itu ditaksir sekitar Rp 10 juta. Achmad memasuki purnatugas sebagai tenaga keamanan (satpam) di PG Djombang Baru pada 2005.

Pada 13 Agustus, Ryan diberitakan sakit hingga muntah darah dan harus menjalani rawat inap di RS Polri Kramat Jati. Orang tuanya menyatakan ingin menjenguk Ryan di Jakarta. Orang tua dan Wasis, terakhir kali bertemu Ryan ketika menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim pada 4 Agustus. Saat itu Ryan diboyong ke Jakarta. Orang tua dan kakak Ryan diinapkan di Mapolres Jombang. Keinginan orang tua Ryan itu disampaikan kepada Luluk, perempuan, warga Mojoagung Jombang. Luluk selama ini dikenal sejumlah pekerja pers di Jombang dan Mojokerto sebagai nara sumber informal. Luluk kenal dengan keluarga Ryan karena Wasis pernah berdomisili di Mojoagung. Keduanya pernah bertetangga beberapa tahun.

Luluk lantas menyampaikan kepada saya tentang keinginan itu. Keluarga Ryan tidak punya uang untuk membiayai perjalanan ke Jakarta. Sebagai jurnalis, aku melihat itu kesempatan baik untuk bertemu Ryan. Sebab, selama ini belum ada yang bisa menemui Ryan di tahanan. Tentu, cerita-cerita dari Ryan akan menarik untuk diberitakan, pikirku. Ide itu kusampaikan ke redaktur Jawa Pos dan langsung diiyakan. Kusampaikan pada Luluk, tentang komitmen untuk membiayai perjalanan itu. Bahwa aku akan meliput perjalanan itu. Segala beaya yang timbul selama perjalanan akan ditanggung Jawa Pos. Luluk menyampaikan hal itu kepada keluarga Ryan. Mereka, kata Luluk, sepakat. Kesepakatan itu kubuat melalui pembicaraan melalui ponsel.

16 Agustus lalu, pukul 17.00, kami bertujuh berangkat ke Jakarta. Naik panther, dua sopir menemaniku. Tiga lainnya adalah ortu dan kakak tiri Ryan. Satu lagi, Luluk. Keberangkatan ini diketahui oleh Kasat Reskrim Polres Jombang. Yang bersangkutan ditelepon anggota rombongan kami. Semula, Kasat Reskrim meminta ada anggota polres yang mengawal rombongan. Namun, akhirnya batal.

17 Agustus, pukul 8.00, mobil yang kami tumpangi melaju keluar Tol Cikampek melalui pintu keluar Tol Cawang. Kami menelepon perwira pertama Polda Metro. 28 Juli, orang tua Ryan pernah bertemu dengan kedua penghubung. Dalam pembicaraan melalui ponsel, kami langsung ditanya nama-nama anggota rombongan. Sesampainya di mapolda, pukul 10.00, kami langsung bertemu dengan petugas jasa di Jatanras. Kami diantar seseorang menuju ruang tahanan Narkoba. Dua sopir bertahan di mobil. Kami berlima masuk berbekal surat izin besuk yang telah dibuat. Rombongan kami diberi satu ID Card pembesuk.

Kami disilahkan masuk ke salah satu ruang kantor perwira menengah di dalam tahanan Narkoba. Itu setelah seorang bintara polwan memanggil Ryan melalui pengeras suara. Alat perekam digital kukalungkan didada. Kamera DSLR kucangklong. Satu kamera DSLR pocket ada di tas Luluk. Selama tiga jam berbincang, aku lebih banyak mendengar. Beberapa kali menimpali, ketika Ryan bercerita. Sebab, aku khawatir dia tersinggung. Selama di dalam ruangan, Ryan beberapa kali menghubungi pengacaranya. Menggunakan ponsel Wasis, Luluk dan ponselku. Namun, tidak nyambung. Kami kirim SMS. Minta agar pengacara menghubungi kami jika ponsel telah aktif.

Selama berada di dalam ruangan, petugas jaga berada di luar. Dua kali mereka masuk untuk mengecek kami. Sebentar, sekitar lima menitan, keluar lagi. Ryan mengabarkan telah menunjuk pengacara. Dia juga mengaku telah teken surat perjanjian awal untuk menerbitkan buku, membuat sinetron atau film. Nanti, 10 persen royaltinya untuk keluarga, begitu kata Ryan. ’’Saya ingin membuatkan ibu rumah, dari hasil itu,’’ tambah Ryan. Ryan juga bilang telah minta uang Rp 5 juta ke pengacara untuk uang saku ibunya.

Orang tua Ryan pun ingin tahu kontrak perjanjian itu. Disepakati, malam itu ibu Ryan minta bertemu pengacara untuk meminta surat kontrak. ’’Kami kan ahli warisnya,’’ kata Siatun. Pukul 13.10, bintara jaga masuk ruangan. Dia menginformasikan bahwa jam besuk telah habis. Nanti, kapan-kapan, bisa kesini lagi dengan pengacaranya, begitu kata dia. Sebelum berpisah, Ryan meminta ibunya untuk tinggal di Jakarta sambil menunggu waktu siding. Kata Ryan, pengacara telah menyiapkan tempat tinggal.

Kami berpisah, 10 menit sesudahnya. Kami langsung menuju penginapan, sebuah hotel kecil di daerah Slipi, Jakarta Selatan. Saat menuju hotel, pengacara Ryan menelepon. Kami ditawari penginapan, sebuah tempat tinggal. Tidak sebagus hotel, katanya. Tapi, kami tolak. Sebab, kami belum pernah bertemu dengannya. Kami merasa lebih nyaman beristirahat di hotel.

Semula kami berencana balik ke Jombang pada 18 Agustus, pagi. Namun, pada 17 Agt sore, keinginan itu berubah. Kami ingin balik malam itu juga. Pukul 19.00, dua pengacara Ryan, Kas dan Nyom menemui kami di hotel. Hampir dua jam kami berbincang di restoran hotel itu. Aku mengenalkan diri sebagai keluarga Ryan. Kedua pengacara mengaku tidak tahu dengan kontrak. Mereka bilang, hanya mengurusi masalah hukum. ’’Saya tidak punya uang untuk membayar pengacara,’’ kata Siatun. ’’Kami tidak akan mengirim invoice ke ibu. Percayalah,’’ kata Nyom.

Mereka berjanji akan minta salinan kontrak ke L, seseorang yang mengurus penerbitan buku, pembuatan sinetron atau film. Katanya, investornya dari Singapura. Karena tidak juga diberi, aku berusaha meminta. ’’Itu kan hak keluarga. Apalagi, anda sudah janji kepada Siatun akan menemui di mapolda metro. Tapi, anda tidak datang. Kok nggak meninggalkan pesan sama sekali jika tidak bias datang,’’ kataku. Siatun mengiyakan. Sebelum berangkat, Siatun dan Kas sempat bertelepon melalui ponsel. Siatun menceritakan pada 17 atau 18 Agt dia akan ke Jkt untuk menjenguk Ryan. Siatun tampak kecewa karena selama menjenguk di tahanan, pengacaranya tidak bisa datang tanpa pemberitahuan. Kas menjawab batrei ponselnya drop. Semalaman dia begadang. Lupa mengisi batrei. ’’Setelah subuh saya tidur dan baru bangun siang,’’ aku Kas. Dia minta maaf kepada kami.

Setelah bersalaman dan saling meminta maaf, kami pun berpisah. Sebelum berpisah, kami berikan alamat keluarga Ryan untuk korespondensi. Itu agar salinan surat kontrak dapat dikirim via pos.

Setelah makan malam pukuk 22.30 di KFC Tol Cikampek, kami pulang ke Jombang. Malam itu, aku sempatkan menulis satu berita. Isinya tentang pengakuan Ryan yang membunuh akibat ledakan emosi sesaat. ’’Saya seringkali baru sadar setelah ada mayat di depan. Kadang orang berpikir, mampukah aku menggotong mayat dengan berat badan lebih berat dariku? Nyatanya aku melakukannya,’’ kata Ryan. Itu kutipan langsung dari Ryan yang kujadikan berita.

Materi dan foto kukirim melalui Kantor Indopos di Jakarta. Sampai di Jombang, Senin (18/8) petang, pukul 17.00. Kutuliskan pertemuan keluarga dengan Ryan selama di tahanan. Ada dua tulisan feature yang dimuat di Jawa Pos edisi Selasa (19/8) dan Rabu (20/8). Tulisan itu juga dimuat di Indo Pos. Tulisan pertama tentang cerita Ryan yang tiap malam kini dipijiti tahanan lain. Itu setelah dia mengancam akan membunuh tahanan lain yang dianggapnya menghina Noval, pacarnya. Saat di tahanan bersamanya, tahanan tersebut melontarkan kata-kata,’’ wah bisa dipake gantian nih.’’ Ryan yang emosi langsung mendekatinya sambil mencengkeram krah bajunya sambil berkata: tak bunuh kamu! Semua tahanan, saat itu kata Ryan menunduk. Baju kotor Ryan juga dicucikan teman tahanan lain.

Pk 19.16, 21 Agt, Kas, PH Ryan, kirim SMS ke ponselku. Isinya: Jgn mrs sng n ktw dgn pnymaran anda jd sopir lalu bisa nyusup ked lm rian. Krn itu anda akn dpt mslh. N brt yg anda buat bkn brt mulia mlainkan brt bohong fitnah blk. Seandainya km tau anda wartawan, mk anda tdk dpt injk kaki di jmbg lg mlainkan anda akn gbg rian dlm thnan.

Saya jawab melalui SMS, jika keberatan, ajukan saja. Anda punya hak jawab. Jawa Pos wajib memuatnya.

Hrapan n tgs yg anda jalankan mergkan klein sy n klg, n anda terlalu jauh menekan klg. Kt tim PH tdk akan tnggal diam. Kt sama2 jalankan tgs, tp prfesi kitaberbeda. Anda telah menyrg profs kt n kt tdk trm it.

SMS lainnya: Kt ttp gnkn hak it, tp bkn brati anda dilndng olh uu it.

Saya forward SMS itu ke beberapa teman, termasuk ke redaktur, pemred JP serta Direktur Radar Mojokerto, malam itu juga.

Sekitar pukul 18.30, Sabtu, (30/8) Luluk telepon ke ponsel Achmad. Diterima laki-laki, ngakunya berpangkat mayor. Dia bilang ortu Ryan baik-baik saja dan diinapkan di ShangriLa Sby. Dia juga bilang ingin ketemu dengan Jalal. Luluk bilang, silakan dihubungi ponselnya saja. Nomor Jalal kan ada di memory hp achmad. //Sekitar dua hari sebelumnya saya telepon Siatun melalui ponsel Achmad. Itu setelah dua kali ponselku dpt missed call. Siatun bilang butuh uang karena tidak kerja. Dia berencana ke rumahku. Aku larang, sebab ini urusan kantor. Saya janji suatu saat akan ke rumahnya.//

Sabtu, (30/8) sore, Luluk tahu dari Wasis jika kedua ortu Ryan dibawa polisi ke Surabaya.
Selang 15 menit sesudahnya, Luluk dpt SMS dari ponsel Achmad. Isinya, jangan teror ibunya rian. Semuanya jd sulit krn km bw org yg namanya jalal.

Senin (1/9) pukul 8.05. Ponselku berdering, ditelepon oleh nomor: +62310000007. Selanjutnya, ada missed called dari nomor yang disembunyikan ID-nya. Karena tertidur, aku tidak tahu. (*)

Analisis: ada kemungkinan, setelah 3 tulisan di Koran JP dan Indopos diterbitkan, PH Ryan ditegur oleh Polda Metro. Sebab ada wartawan yang menyamar hingga bisa bertemu Ryan di tahanan. Apalagi, belakangan mencuat pengakuan Ryan tentang identitas Mr X yang dikubur di belakang rumahnya.

Tulisan ini dibuat untuk Jawa Pos dan kawan-kawan AJI.
Agar lebih akurat, tulisan ini patut diricek ke anggota rombongan lain, yang ikut ke Jakarta, 16-18 Agt.

Salam,

Sabtu, 30 Agustus 2008

AJI Surabaya, LBH Surabaya dan Hendro Rapat Koordinasi

Iman D. Nugroho

Tim AJI Surabaya, LBH Surabaya dan Hendro D. Laksono akan menggelar pertemuan di LBH Surabaya, Selasa (02/09/08). Dalam pertemuan itu, akan dibahas strategi untuk menghadapi proses lanjutan dalam kasus perburuhan antara Hendro D. Laksono dengan Suara Surabaya Media.

"Dalam pertemuan kali ini, kita akan mengevaluasi perjalanan kasus ini, mulai awal hingga pertemuan di Disnaker pekan lalu," kata Hendro. Seperti diberitakan sebelumnya, Hendro yang didampingi AJI Surabaya dan LBH Surabaya memenuhi undangan Disnaker Surabaya untuk bertemu dengan pihak Suara Surabaya Media sebagai langkah bipartit. Dalam pertemuan itu tidak dicapai kata sepakat, karena kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan pendapat masing-masing.

Hendro tetap menolak tuduhan sepihak Manajemen Suara Surabaya Media yang mengatakan bahwa dirinya "pantas" di-PHK karena membuat perusahaan di dalam perusahaan. Padahal, tuduhan itu sama sekali tidak berdasar. Perusahaan yang dimaksud oleh manajemen Suara Surabaya Media sudah berdiri lama sebelum Majalah Mossaik Suara Surabaya (tempat Hendro bekerja sebagai Chief Editor).

Di sini yang lain, Hendro meminta alasan PHK yang seharusnya tertulis adalah PHK dikarenakan Majalah Mossaik tutup atau merugi. Bukan alasan tidak profesional seperti yang dituduhkan kepadanya. "Kalau memang Majalah Mossaik tutup dan merugi, harus secara terbuka diakui, jangan cari-cari alasan seperti itu," katanya.

Selasa, 26 Agustus 2008

Bipartit Hendro-SS Tak Capai Sepakat

Yudi Tirzano dan Andreas Wicaksono

Proses penyelesaian perselisihan antara Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik dengan perusahaannya bernaung Suara Surabaya (SS) Media resmi memasuki tahap bipartit. Penyelesaian dua pihak berselisih dalam perusahaan itu dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Selasa (26/8) siang. Pada pertemuan yang berlangsung pukul 11.30-12.00, kedua pihak tidak mencapai kata sepakat mengenai persoalan yang diselisihkan.

Hendro datang didampingi Mohammad, perwakilan dari LBH Surabaya. Di lain pihak SS Media diwakili oleh tim Kuasa Hukum dan Rommy Febriansyah, Direktur Umum & Administrasi. Seperti diketahui Majalah Mossaik bernaung di bawah manajemen SS Media yang juga mengelola radio Suara Surabaya FM.

Mohammad mengungkapkan pertemuan tidak mencapai sepakat karena kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Hasil pertemuan dinyatakan secara tertulis dalam Risalah Pertemuan Bipartit. Selanjutnya risalah diserahkan kepada pihak Disnaker Kota Surabaya yang diterima oleh staf Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, SR Fataring Diana.

"Masih akan dilakukan pertemuan kedua. Mengenai waktu terserah mas Hendro kapan bisa digelar lagi. Kemudian kami sampaikan kepada pihak SS Media," kata Mohammad usai pertemuan.

Hendro bersikukuh tidak terjadi pelanggaran integritas yang kemudian berbuntut diberikan sanksi skorsing seperti yang dituduhkan pihak manajemen SS Media. Sementara Rommy menyatakan bahwa Hendro telah melakukan pelanggaran serius karena bekerja pada perusahaan lain seperti yang dituduhkan. "Tidak boleh bekerja di tempat lain yang memiliki bisnis yang sama dengan perusahaan," tegas Rommy.

Tolak Mundur

Sebelum pertemuan bipartit digelar, Muhammad sempat menyatakan penolakan terhadap tawaran penyelesaian tripartit yang melibatkan karyawan, perusahaan dan Disnaker Kota Surabaya. Awalnya pihak Disnaker Kota Surabaya, melalui staf bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, Fataring Diana menawarkan mekanisme penyelesaian Tripartit kepada kedua pihak.

Namun LBH Surabaya menolak karena selama terjadi perselisihan pihak Hendro dengan manajemen SS Media belum sekalipun dilangsungkan pertemuan bipartit. "Pertemuan-pertemuan kedua pihak sebelumnya bukan termasuk bipartit karena tidak ada risalah," kata Muhammad.

Hendro mengakui sebelum berlanjut ke pihak Disnaker, telah diadakan pertemuan dirinya dengan manajemen SS Media. Dalam pertemuan dengan pihak manajemen, Hendro disodori tawaran mengundurkan diri secara sukarela. Tetapi dia menolak jika pengunduran diri yang dikaitkan dengan pelanggaran seperti dituduhkan pihak SS Media.

"Dalam pembicaraan informal memang sudah dibahas mengenai pilihan pensiun dini dan PHK (pemutusan hubungan kerja). Tetapi pihak SS Media tidak mengenal PHK sehingga saya diminta mengundurkan diri," urai Hendro.

Kamis, 21 Agustus 2008

Surat Disnaker Datang, "Pertempuran" Dimulai

Surat Panggilan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya dalam kasus perburuhan antara Chief Editor Majalah Mossaik, Hendro D. Laksono vs Suara Surabaya Media diterima Hendro D. Laksono, Selasa (19/08/08) ini. Dalam surat itu, Disnaker Surabaya meminta pihak yang berselisih, Hendro dan Pimpinan Suara Surabaya, Soetojo Soekomiharjo untuk datang ke kantor Disnaker Surabaya Selasa (26/08/08) ini.

Uniknya, surat Disnaker bernomor 560 itu menuliskan "Sdr. Hendro D. Laksono, dkk", sebagai pihak ke-2 yang berselisih. "Ini yang membingungkan saya, mengapa Disnaker menilai saya dan kawan-kawan (diwakili dengan singkatan "dkk" yang tertulis dala surat itu), apakah ada kawan lain yang akan bernasib seperti saya," kata Hendro. Lebih jauh Hendro mengatakan, sebagai bagian dari upaya menghormati proses hukum, dia akan menghadiri undangan Disnaker tersebut.

Sementara itu, Athoillah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengatakan, bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, pihaknya akan terus mengawal proses kasus perburuhan ini. Karena hal ini sekaligus menjadi upaya mengawal kasus perburuhan dengan adil sesuai hukum. "Kalau bukan buruh yang mengawal kasus ini, lalu siapa lagi, untuk itu kita harus mengikutinya, dan berharap ada keadilan di dalamnya," kata Athoillah.

Melalui surat itu Disnaker Surabaya menawarkan kepada dua pihak yang bersengketa untuk memilih dua solusi, Konsiliator atau Arbiter. Sesuai dengan pasal 4 ayat (3) Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). "Apa pilihan Hendro, tetap kami dukung," kata Athoillah.

Sejak kasus sengketa perburuhan Hendro D. Laksono dan Suara Surabaya Media mencuat, AJI Surabaya mendapatkan berbagai dukungan dari dalam dan luar negeri, melalui email. Sebagian besar dari email itu meminta Hendro D. Laksono untuk menjaga energi, karena kasus perburuhan selalu berhadapan dengan berbagai kendala. "Yang paling parah adalah tidak adanya mainset dukungan terhadap buruh," tulis salah satu email itu.

Sebelumnya, Suara Surabaya Media juga mengirim surat ke Hendro perihal perpanjangan masa skorsing. Dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Umum Administrasi Rommy Febriansyah itu, Hendro yang seharusnya mulai bekerja kembali pada 19 Agustus 2008 ini, "dipaksa " untuk kembali menerima skorsing hingga ada proses penyelesaian mediasi dari Disnaker. "Apapun itu, Saya akan tetap menghormati rules of the game. Yang Saya khawatir, justru nasib teman-teman Saya yang sampai sekarang masih bekerja di sana (Suara Surabaya Media). Jangan sampai merasakan apa yang saya rasakan,.." kata Hendro.***

Kamis, 14 Agustus 2008

AJI Surabaya Siapkan Survey Upah Layak Jurnalis Surabaya

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menyiapkan tim untuk melakukan survey upah layak jurnalis di Surabaya. Tim yang dinahkodai Andreas Wicaksono (MNC) dan Yudi Thirzano (SURYA) ini akan merumuskan nilai nominal upah layak jurnalis yang meliput dan tinggal di Surabaya. "Kami mengharapkan ada perbaikan nasib jurnalis di Surabaya, melalui upah layak ini," kata Andreas Wicaksono, awal Agustus ini.

Andreas mengungkapkan, survey upah layak jurnalis itu akan dilakukan pertengahan Agustus 2008 dan akan dirilis ke media pada awal September 2008. Dalam proses itu, tim AJI Surabaya akan melakukan wawancara dengan wartawan media massa cetak, elektronik dan dotcom di Surabaya. "Media yang ada di Surabaya, dan yang melakukan aktivitas penggajian di Surabaya akan kami wawancarai, dari proses itu, kami mengharapkan ada nilai nominal yang muncul," kata Andreas.

Upah layak, jelas Andreas, akan memiliki dampak positif bagi jurnalis. Seperti tidak adanya jurnalis yang menerima amplop dengan alasan kurang uang. "Selama ini, jurnalis penerima amplop sering kali menjadikan alasan kurang uang sebagai dasar melakukan praktek menerima suap atau amplop," katanya. Namun, semua itu berpulang pada kemauan pihak perusahaan. "Perusahaan, di manapun, selalu mengaku nggak punya cukup uang untuk menggaji jurnalisnya dengan layak, padahal tidak, perusahaan itu mampu, tapi tidak mau, hal itu yang harus diubah," katanya.

Upah layak jurnalis pertama kali digagas AJI Jakarta. Dalam survey yang dilakukan AJI Jakarta, ditentukan nilai nominal Rp.4,1 juta sebagai upah layak jurnalis yang ada di Jakarta. Dengan nilai nominal itu, jurnalis akan mampu melakukan peliputan dengan "tenang", lantaran tidak lagi dibebani oleh kurangnya pendapatan.

Selasa, 12 Agustus 2008

AJI Surabaya di detiksurabaya.com

Selasa, 12/08/2008 18:38 WIB
Terancam PHK, Jurnalis SS Media Ngadu ke LBH dan AJI
Budi Sugiharto - detikSurabaya

Surabaya - Kasus perselisihan antara jurnalis dengan perusahaan kembali terjadi. Kali ini dialami Hendro D. Laksono, Chief Editor majalah Mossaik (grup Suara Surabaya Media). Hendro mengaku diberlakukan dengan tidak adil dan mengadukan nasibnya ke AJI dan LBH Surabaya.

Dalam siaran pers AJI Surabaya yang diterima detiksurabaya.com, Selasa (12/8/2008), mulai 19 Juli 2008 hingga 18 Agustus 2008, Hendro diskorsing sembari menunggu sanksi dari perusahaan atas 'pelanggaran' yang dituduhkan kepadanya.

Hendro masuk Suara Surabaya Media (SS Media) sekitar bulan Juli-Agustus Oktober dan diminta untuk membangun dan mengembangkan sebuah majalah Mossaik yang terbit perdana pada Desember 2002. Hendro menjabat sebagai Manager/Chief Editor.

Sayangnya, kondisi bisnis Mossaik tak memperlihatkan perkembangan positif. Seperti dilansir AJI Surabaya, hingga pada Februari-Maret 2006, Suara Surabaya Media mempersiapkan majalah baru Surabaya City Guide. Mei 2006, wacana penutupan Mossaik mulai muncul, ketika Errol Jonathans (Direktur Operasional) memanggil Hendro dan menyatakan akan menutup Mossaik karena alasan bisnis yang bermasalah (merugi).

Padahal jauh sebelumnya, Majalah Mossaik malah sering dihadapkan pada pemahaman bahwa produk ini tidak memiliki beban profit 100%. Karena Majalah Mossaik diposisikan sebagai proyek idealis SS Media yang berorientasi pada pencitraan.

Januari 2007, Suara Surabaya Media meluncurkan EastJava Traveler (EJT), sebuah majalah hasil kerja sama SS Media dengan Disparta Jatim di bawah Mossaik Media Communication atau M-COMM. Produk yang diharapkan bisa berkibar ini pun akhirnya berhenti terbit.

Masuk tahun 2008, tepatnya pada pertengahan tahun, isu pemecatan kru Mossaik mulai muncul. Beberapa tim Mossaik ditanggil secara bergiliran, karena ada isu aktifitas side job yang dikerjakan oleh kru Mossaik. Meskipun tidak terbukti. Hendro pun bernasib sama. Hendro dituduh membuah lembaga baru yang 'bertabrakan' dengan M-COMM.

Hendro bersikukuh jika tudingan itu tak berdasar. "Saya sudah melibatkan LBH dan AJI sebagai konsultan hukum. Mereka sementara ini sebatas masih memberi masukan saja," kata Hendro yang dihubungi detiksurabaya.com. Pada sidang tanggal 19 Juli 2008 dengan HRD SS Media serta GM M-COMM, dirinya dituduh melakukan aktivitas yang sama dengan pekerjaan saya di SS Media, tambahnya.

"Saya ditawari memilih PHK atau mengundurkan diri. Kalau PHK saya minta sejak dulu, cuma alasannya bukan pelanggaran integritas. Tapi memang saat itu Mossaik tutup," ungkap Hendro.

Padahal, kata Hendro, usaha konsultan media yang dirintisnya itu sudah berdiri pada tahun 2002 (akta notaris), empat tahun sebelum M-COMM berdiri. "Jadi saya merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Apalagi, sejak masuk buan Juli atau Agustus tahun 2002 hingga sekarang, atribut yang dibebankan pada saya adalah Chief Editor Majalah Mossaik, bukan manajer M-COMM," tegas Hendro.

Direktur Umum Administrasi SS Media Romi Febriansyah membenarkan jika Hendro telah diskorsing karena melakukan pelanggaran berat.

"Sudah diskorsing. Karena ada pekerjaan yang sama dengan bisnis kita di SS Media. Kasus ini sudah diserahkan ke Disnaker untuk mediasi. Ini pelanggaran yang berat. Kita tunggu keputusan disnaker apapun itu," kata Romi kepada detiksurabaya.com.
(gik/gik)

Senin, 11 Agustus 2008

AJI dan LBH Surabaya Mendampingi Hendro D. Laksono

Press Release

AJI Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya melakukan pendampingan kasus perburuhan yang menimpa Hendro D. Laksono, Chief Editor majalah Mossaik. Dalam surat yang diterima AJI Surabaya Senin (11/08/08) ini, Hendro mengaku diberlakukan dengan tidak adil oleh Suara Surabaya Media.

Hendro masuk Suara Surabaya Media (sekitar bulan Juli-Agustus Oktober) dan diminta untuk membangun dan mengembangkan sebuah majalah Mossaik yang terbit perdana pada Desember 2002. Hendro menjabat sebagai Manager/Chief Editor. Mossaik memperoleh beberapa penghargaan. Diantaranya pada tahun 2204-2005, beberapa karya jurnalisiknya masuk di 5 Besar Karya Jurnalistik Pariwisata dalam Kontes Penulisan Jurnalistik Dinas Pariwisata Jawa Timur.

Beberapa karya di Majalah Mossaik juga jadi rujukan media-media lain, seperti IdeJournal.com (naskah wawancara khusus dengan Pramoedya Ananta Toer), Courrier International (artikel tentang apartemen di Surabaya dan Tradisi China di Jawa Timur). Dalam tiga tahun, Mossaik juga menggelar Mossaik Press Photo Contest yang kemudin tumbuh menjadi agenda fotografi nasional yang cukup diperhitungkan.

Sayangnya, kondisi bisnis Mossaik tak memperlihatkan perkembangan positif. Hingga pada Februari-Maret 2006, Suara Surabaya Media mempersiapkan majalah baru Surabaya City Guide. Mei 2006, wacana penutupan Mossaik mulai muncul, ketika Errol Jonathans (Direktur Operasional) memanggil Hendro dan menyatakan akan menutup Mossaik karena alasan bisnis yang bermasalah (merugi). Padahal jauh sebelumnya, Majalah Mossaik malah sering dihadapkan pada pemahaman bahwa produk ini tidak memiliki beban profit 100%. Karena Majalah Mossaik diposisikan sebagai proyek idealis SS Media yang berorientasi pada pencitraan.

Januari 2007, Suara Surabaya Media meluncurkan EastJava Traveler (EJT), sebuah majalah hasil kerja sama SS MEDIA dengan DISPARTA JATIM dibawah Mossaik Media Communication atau M-COMM. Produk ini jadi penyemangat luar biasa di kalangan tim REDAKSI Mossaik. Karena sedikit banyak, EJT memiliki beberapa ruang yang meski terbatas tapi cukup menjawab kerinduan dan kebutuhan aktualisasi tim. Meski akhirnya EJT berhenti terbit dengan alasan tidak jelas.

Masuk tahun 2008, tepatnya pada pertengahan tahun, isu pemecatan kru Mossaik mulai muncul. Beberapa tim Mossaik ditanggil secara bergiliran, karena ada isu aktifitas side job yang dikerjakan oleh kru Mossaik. Meskipun tidak terbukti. Hendro pun bernasib sama. Hendro dituduh membuah lembaga baru yang "bertabrakan" dengan M-COMM.

“Usaha yang Anda sebut bahwa saya terlibat, sudah berdiri pada tahun 2002 (akta notaris). Empat tahun sebelum M-COMM berdiri. Jadi saya merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Apalagi, sejak masuk buan Juli atau Agustus tahun 2002 hingga sekarang, atribut yang dibebankan pada saya adalah Chief Editor Majalah Mossaik, bukan manajer M-COMM," kata Hendro.

Core bisnis Majalah Mossaik dan M-COMM sangat berbeda. Sejak tahun 2006 hingga sekarang, tidak ada penjelasan, legalisasi status, dan updating jabatan struktural, fungsi, dan job disc Hendro. "Jadi kalau boleh saya bilang, M-COMM sebenarnya tidak pernah ada!” katanya. Mulai 19 Juli 2008 hingga 18 Agustus 2008, Hendro D. Laksono diskorsing sembari menunggu sanksi dari perusahaan atas "pelangaran" yang dituduhkan kepadanya. Kasus itu, saat ini masih berproses di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya.

Solidaritas AJI untuk Jurnalis dan Aktifis Kebebasan Berekspresi di Cina

“Kami yakin kesempatan yang diberikan kepada Cina untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2008 tidak hanya meningkatkan perekonomian kami tetapi juga memajukan kondisi sosial, pendidikan, kesehatan, termasuk hak asasi manusia..”

Janji itu disampaikan Wang Wei, Sekretaris Umum Komite Penawaran Pesta Olimpiade saat Pemerintah Beijing memperjuangkan posisinya menjadi tuan rumah Olimpiade 2008. Janji itu berhasil meyakinkan anggota Komite lainnya dan mereka setuju Cina menggelar pesta olah raga terbesar di dunia, Olimpiade 2008.

Sesaat setelah terpilih, pemerintah bergegas mempersiapkan segala hal, termasuk infrastruktur olah raga dan fasilitas pendukung Olimpiade yang dipusatkan di Beijing. Namun satu yang agaknya terlupakan oleh pihak berwenang Cina, yaitu janjinya untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia (HAM) di negerinya.

Hal ini diketahui dari masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Cina. Sebagai contoh, 30 wartawan dan 50 pengguna Internet di Cina saat ini berada di penjara untuk berbagai tuduhan pelanggaran. Tak mengherankan jika organisasi kebebasan media menilai Cina sebagai “pemenjara wartawan paling ternama di dunia.” Para wartawan nasional di Cina mengalami pembatasan dan penyensoran ketat. Mereka selalu menghadapi ancaman dipecat, diintimidasi, dilecehkan, atau ditahan apabila menulis artikel investigatisi berbau politik yang dinilai sensitif.

Sepanjang tahun 2007, wartawan asing melaporkan beragam kasus bagaimana mereka dilecehkan, diancam, ditahan dan diserang ketika melakukan peliputan di daerah-daerah luar Beijing. Para wartawan nasional pun melaporkan pelecehan dan intimidasi terus berlangsung, bahkan beberapa penerbitan dilaporkan telah ditutup disebabkan laporan-laporan mereka mengenai hal-hal yang dianggap sensitif secara politis. China Development Brief misalnya dihentikan penerbitannya pada tanggal 4 Juli 2007 oleh pemerintah Beijing, karena dituduh melakukan survei-survei tak berijin yang bertentangan dengan Undang-Undang Statistik 1983.

Pada 4 Agustus 2008, dua wartawan Jepang dipukuli secara brutal oleh polisi paramiliter Cina di perbatasan Kashgar, Xinjiang. Kedua korban itu Masami Kawakita (38), fotografer koran Chunichi Shimbun, dan Shinji Katsuta, (37), reporter dari Nippon Television Network. Pemukulan terjadi ketika mereka sedang meliput kekerasan Monday`s Attack, yaitu peristiwa penyerangan yang menewaskan 16 orang anggota kepolisian Cina.

Penyensoran di dalam negeri tetap terjadi di seluruh negeri. Menurut CPJ (Committee to Protect Journalists), semua media menghadapi pelarangan untuk meliput berita-berita ”sensitif”, seperti konflik etnis militer, agama yang tidak diakui negara -khususnya Falun Gong-, masalah internal Partai Komunis Cina dan sejumlah kebijakan pemerintah Cina.

Meski menjanjikan “kebebasan media secara penuh” selama Olimpiade 2008, pemerintah Beijing menerapkan standar ganda bagi wartawan asing dan nasional. Para pembaca dan pemirsa di Cina tampaknya tidak memiliki akses ke laporan berita asing mengenai topik-topik sensitif, terutama setelah peraturan dikeluarkan pada September 2006 yang memperketat pengawasan terhadap distribusi berita dari kantor-kantor berita asing di Cina.

Pada 8 Agustus 2008, pesta Olimpiade Beijing dimulai. Sebuah event internasional yang selayaknya bisa memadukan kebudayaan, pendidikan, meningkatkan penghidupan dan kualitas hak asasi warga negara. Inilah dasar dari piagam Olimpiade yang selama ini memberikan warisan positif kepada kota-kota dan negara-negara yang menjadi tuan rumahnya.

Pembatasan, pelecehan pihak berwenang Cina terhadap media, penyensoran di internet jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip utama Piagam Olimpiade, khususnya mengenai “penghormatan terhadap prinsip-prinsip moral yang universal dan mendasar” serta “pelestarian martabat manusia”.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI), adalah organisasi jurnalis di Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas internasional, kami memiliki kepedulian yang besar terhadap isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di China.

AJI menjadi anggota IFJ, IFEX, SEAPA dan FORUM ASIA. Internasional Federation of Journalist (IFJ) adalah organisasi wartawan internasional yang berkantor pusat di Brussel, Belgia, International Freedom of Expression Exchange (IFEX ) adalah organisasi advokasi yang berkantor pusat di Kanada, SEAPA adalah organisasi advokasi yang berkantor pusat di Bangkok. FORUM ASIA adalah organisasi jaringan lembaga HAM yang berkantor pusat di Bangkok.

Oleh karena itu, kami menyampaikan sikap:

Menyampaikan solidaritas terhadap intimidasi, sensor dan pemenjaraan yang dialami oleh aktifis kebebasan berekspresi dan jurnalis di Cina
Mendesak Pemerintah Cina untuk melepaskan jurnalis dan aktifis kebebasan berekspresi yang saat ini berada dalam tahanan
Mendesak pemerintah Cina untuk memberikan ruang kebebasan kepada jurnalis dan aktifis kebebasan berekspresi dalam menjalankan tugasnya
Menghimbau Pemerintah Cina untuk memanfaatkan momentum Olimpiade Beijing 2008 sebagai era baru bagi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Cina.

Jakarta, 7 Juni 2008

Ketua Umum
Heru Hendratmoko

Sekretaris Jenderal
Abdul Manan

Minggu, 20 April 2008

Lomba Foto dan Tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd Resmi Ditutup

Press Release

Lomba karya foto dan tulis bertema Pengembangan Blok Cepu yang digelar AJI Surabaya dan Mobil Cepu Ltd, akhirnya resmi ditutup, Minggu (20/04/08) pukul 00.00 Wib. Jumlah karya yang diikutkan dalam lomba yang sempat diwarnai oleh “surat kaleng” pemboikotan itu mencapai 200-an karya foto dan tulis. “Sebuah jumlah yang membanggakan mengingat dinamika yang terjadi atas lomba ini,”kata Kukuh S. Wibowo, Ketua Pelaksana Lomba Foto dan Tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd.

Lomba foto dan tulis AJI Surabaya-Mobil Cepu Ltd digelar dua bulan mulai akhir 19 Februari hingga 19 April 2008. Dalam lomba itu, AJI Surabaya memberi kesempatan kepada jurnalis aktif, freelance/stringer untuk mengikutkan karya jurnalistik yang pernah dimuat selama periode waktu 1 Maret 2006 – 19 April 2008. Setiap peserta dapat mengirimkan karyanya maksimal 5 (lima) foto/tulis.

Untuk menambah bobot lomba ini, AJI Surabaya memilih dewan juri dari jurnalis professional dan pengamat media. Seperti Kemal Jufri (Imaji/ fotografer freelance), Eddy Hasbi (Harian Kompas), Sigit Pamungkas (Kantor Berita Reuters), Abdul Manan (Sekretaris Jenderal AJI Indonesia/Tempo), Ignatius Harianto (Direktur Eksekutif Lembaga Pers dan Pembangunan-LSPP) dan Endy M. Bayuni (Pemimpin Redaksi The Jakarta Post). “Kami meyakini, dewan juri akan mampu menyaring dengan ketat karya foto dan tulis yang masuk ke email lomba,” kata Kukuh S. Wibowo.

Lomba ini memiliki jumlah hadiah yang tergolong besar, dengan jumlah total sebanyak Rp.52 juta. Juara pertama akan mendapatkan Rp. 9 juta plus sertifikat. Sementara juara dua dan tiga, akan mendapatkan Rp.7 dan Rp.5 juta plus sertifikat. Sementara juara empat dan lima akan menggondol Rp. 3 juta dan Rp. 2 juta plus sertifikat. Pengumuman pemenang dan penerimaan hadiah akan diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 10 Mei 2008.

Jumlah karya foto dan tulis yang masuk, kebanyakan dilakukan pada detik-detik akhir penutupan lomba. Sebagian besar peserta lomba mengirim jumlah maksimal karya, sebanyak lima buah. Hanya beberapa peserta yang terlalu bersemangat mengirimkan sampai 11 karya. Hingga saat ini, tim penyeleksi awal lomba dari AJI Surabaya masih melakukan seleksi awal sebelum diserahkan ke Dewan Juri. Menurut rencana, proses awal ini akan berlangsung satu minggu, hingga hasilnya akan diketahui 29 April 2008. Siapa yang akan menjadi pemenang? Kita lihat saja nanti.***

Kamis, 21 Februari 2008

LOMBA FOTO DAN KARYA TULIS AJI SURABAYA

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya disponsori Mobil Cepu Ltd. mengadakan lomba foto dan karya tulis khusus bagi jurnalis media cetak maupun online yang berdomisili di Pulau Jawa.

Tema: PENGEMBANGAN BLOK CEPU.

Syarat Lomba Foto Jurnalistik:

  1. Semua peserta adalah jurnalis aktif dengan menunjukkan ID Card atau Lisensi freelance/stringer dari media tempat dia bekerja.
  2. Karya yang dilombakan pernah dimuat di media massa selama periode waktu 1 Maret 2006 – 19 April 2008 dengan dibuktikan copy pemuatan.
  3. Karya asli, bukan hasil rekayasa, disertai caption atau teks foto.
  4. Peserta dapat mengirimkan karyanya maksimal 5 (lima) foto.
  5. Ukuran foto yang dikirim sisi terpanjang maksimal 1.000 pixel dan resolusi 300 pixel/ inch.
  6. Karya foto diterima panitia paling lambat tanggal 19 April 2008 pukul 23.59 WIB.
  7. Editing foto dibatasi pada brightness dan kontras.
  8. Lomba terbuka untuk umum, kecuali panitia.
  9. Keputusan dewan juri tidak bisa diganggu gugat.
  10. Panitia tidak melayani korespondensi dalam bentuk apapun.
  11. Foto menjadi hak milik panitia tetapi hak cipta tetap menjadi pemilik karya.
  12. Bila ada gugatan dari obyek atau model foto merupakan tanggung jawab pemilik karya.
  13. Karya foto dikirim ke alamat: lombaaji_foto@yahoo.com.

Dewan Juri:

  1. Kemal Jufri (Imaji/ fotografer freelance )
  2. Eddy Hasbi (Harian Kompas)
  3. Sigit Pamungkas (Kantor Berita Reuters)

Hadiah:

- Juara I uang Rp 9 juta + sertifikat

- Juara II uang Rp 7 juta + sertifikat.

- Juara III uang Rp 5 juta + sertifikat.

- Juara IV uang Rp 3 juta + sertifikat.

- Juara V uang Rp 2 juta + sertifikat.


Syarat Lomba Karya Tulis Jurnalistik:


  1. Semua peserta adalah jurnalis aktif dengan menunjukkan ID Card atau Lisensi freelance/stringer dari media tempat dia bekerja.
  2. Materi yang dilombakan berbentuk hardnews, features dan indepth news.
  3. Materi yang dilombakan pernah dimuat di media massa selama periode waktu 1 Maret 2006 – 19 April 2008 dengan dibuktikan copy pemuatan.
  4. Peserta dapat mengirimkan materi maksimal 5 (lima) karya.
  5. Materi harus diterima panitia paling lambat tanggal 19 April 2008 pukul 23.59 WIB.
  6. Lomba terbuka untuk umum kecuali panitia lomba.
  7. Panitia tidak melayani korespondensi dalam bentuk apapun.
  8. Keputusan dewan juri tidak bisa diganggu gugat.
  9. Karya tulis dikirim ke alamat: lombaaji_tulis@yahoo.com.
Dewan Juri:

  1. Abdul Manan (Sekretaris Jenderal AJI Indonesia).
  2. Ignatius Harianto (Direktur Eksekutif Lembaga Pers dan Pembangunan-LSPP).
  3. Endy M. Bayuni (Pemimpin Redaksi The Jakarta Post).
Hadiah:

- Juara I uang Rp 9 juta + sertifikat.

- Juara II uang Rp 7 juta + sertifikat.

- Juara III uang Rp 5 Juta + sertifikat.

- Juara IV uang Rp 3 Juta + sertifikat.

- Juara V uang Rp 2 juta + sertifikat.

Pengumuman pemenang dan penerimaan hadiah akan diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 10 Mei 2008.

Informasi:

Kukuh S. Wibowo

Email: kukuhsw@yahoo.com

Handphone: 081.232.676.32

Rangga Umara

saljucair@yahoo.com

Handphone: 081.131.0020.

Disclaimer

AJI Surabaya adalah organisasi yang berdiri di bawah AJI Indonesia di Jakarta. Organisasi profesi yang berbasis serikat pekerja ini berkonsentrasi pada kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan profesionalitas jurnalis.


:: 2008, Allright reserved by AJI Surabaya