Berita Terbaru AJI Surabaya

Punya masukan untuk AJI Surabaya? Undangan, bahkan pengaduan pelanggaran etika anggota AJI Surabaya? Kirimkan melalui email di ajisurabaya@yahoo.com. Atau telp/fax di nomor 031.5035086. Semua masukan, kritik dll akan dimuat di blog ini. Tetap profesional dan independen!

Selasa, 28 Oktober 2008

Akhirnya, SS Meminta Maaf Kepada Hendro D. Laksono

Hendro Minta SS Mendukung Pembentukan Serikat dan Memperjelas Nasib ex-Karyawan Mossaik

Akhirnya PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menyepakati opsi pensiun dini sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik. Sebaliknya, meski beberapa pra syarat PHK-nya ditolak, Hendro akhirnya menyepakati opsi pensiun dini terhitung sejak 1 Nopember 2008. Keputusan ini muncul dalam bipartit terakhir di SS Media, Selasa (28/10) kemarin.

Berbeda dengan pertemuan-pertemuan terdahulu, bipartit kali ini bergulir sangat cepat. Nyaris tak ada perdebatan. Seluruh peserta forum, Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan dan Umum Administrasi (mewakili SS), Hendro, Djuli Edy Muryadi (kuasa hukum SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Punjung (SS Media), tak lagi menyodorkan argumetasi yang berseberangan.

“Keputusan kemarin (24/10) sudah disampaikan pada manajemen (SS Media). Intinya tidak ada masalah. Dan saya secara pribadi dan mewakili SS Media juga minta maaf bila ada yang tidak berkenan pada proses maupun putusan,” kata Romi, membuka forum.

Menanggapi hal ini Hendro mengatakan, pada prinsipnya definisi pensiun dini sebagai alasan PHK merupakan titik temu yang paling mungkin dijajaki. “Karena secara informal, saya juga sudah pernah menyampaikan keinginan ini pada saudara Romi dan Errol Jonathans. Sehingga saya menyetujui solusi ini,” tegas Hendro.

Walau, lanjutnya, opsi-opsi yang ia tawarkan sebagai prasyarat mentah di tengah jalan. “Tapi setidaknya saya akan berusaha percaya, manajemen SS tetap menjalankan syarat yang saya ajukan dalam bentuk yang berbeda,” lanjutnya. Syarat yang ia maksud diantaranya sikap positif manajemen SS terhadap pembentukan serikat pekerja dan jaminan kejelasan status karyawan di SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications).

“Sementara secara teknis, manajemen SS akan memberikan pesangon sesuai UU No 13 tahun 2003 dan kami juga bersedia memberikan surat referensi dengan label positif untuk pada Saudara Hendro,” tandas Romi.

Menjelang akhir forum Athoillah mengingatkan agar hasil pembicaraan dalam forum bisa segera di wujudkan pada risalah yang kelak ditandatangani pihak SS dan Hendro, termasuk saksi. “Karena risalah ini pasti akan diminta pihak Disnaker sebagai syarat pembatalan tripartit yang sudah diajukan SS Media pada akhir Juli 2008 lalu,” katanya.

Setelah semua pihak bersepakat, forum langsung membuat draft berita acara yang poin-poinnya kurang lebih sebagai berikut :

Pada hari ini Selasa tanggal 28 Oktober 2008, Pukul 17.00 WIB bertempat di Kantor PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya jalan wonokitri besar 40 C Surabaya telah dilakukan pertemuan (Bipartit) antara:

PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili oleh Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan & Umum Administrasi
Hendro Dwijo Laksono, selaku Chief Editor Mossaik / Manager, karyawan PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.

Dalam pertemuan ini Perseroan menyampaikan kehendak untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun Dini terhadap suadara Hendro Dwijo Laksono dan suadara Hendro Dwijo Laksono menyetujui kehendak tersebut.

Atas kesepakatan tersebut mulai dari tanggal 01 November 2008 saudara Hendro Dwijo Laksono sudah bukan lagi sebagai karyawan di PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, bagi karyawan Hendro Dwijo Laksono akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (5) jis. pasal 156 ayat (2),pasal 156 ayat (3), pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Demikian Berita Acara ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak yang didampingi masing-masing kuasa hukumnya, pada hari dan tanggal tersebut di atas.

Di bagian akhir berita acara, ada tanda tangan bermaterai antara pihak PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili Romi, Hendro, Djuli Edy, dan Athoillah.

Jumat, 24 Oktober 2008

Perselisihan SS Media-Hendro Masuki Tahap Solusi

Manajemen PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya akhirnya meralat alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik.

Definisi yang semula mengarah pada pelanggaran integritas dan kesepakatan kerja sama, berubah menjadi pensiun dini. Kesepakatan ini lahir dari pertemuan bipartit yang diadakan di kantor SS, Jl Wonokitri Besar 40-C, Juma’t (24/10).

Dengan demikian, atribut ‘negatif’ yang sebelumnya melekat di Hendro runtuh sudah. Apalagi dalam pertemuan sebelumnya (13/10), Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Administrasi SS Media) juga mempertegas, secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran apapun. “Hanya pelanggaran etika dan corporate culture,” kata Romi waktu itu.

Namun di depan peserta forum, Juli Eddy (pengacara SS), Punjung (finance SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Andre (AJI), Romi tetap menggaris bawahi, manajemen SS masih kukuh pada pendirian, manajemen tak bisa menerima Hendro sebagai bagian dari SS Media.

Meski di sisi lain manajemen juga mengakui, Hendro memberi kontribusi cukup positif pada pengembangan media cetak di SS Media, mulai dari Majalah Mossaik, Surabaya City Guide, dan EastJava Traveler.

Dengan demikian, potensi Hendro untuk kembali bekerja di SS tertutup sudah. Sehingga jalan penyelesaianpun mengarah pada opsi PHK karena pensiun dini.

Kebetulan, beberapa saat sebelum konflik ini muncul kali pertama pada 19 Juli 2008 lalu, Hendro memang sudah berniat untuk mengajukan pensiun dini. Niat ini muncul karena Majalah Mossaik tempat ia bekerja sudah tutup sejak tahun 2006, dan upaya pengembangan media cetak baru di SS terus tertutup kecuali Surabaya City Guide.

Tetap PHK
“Selengkap apapun saya menyodorkan data dan bukti untuk memperkuat keyakinan bahwa saya tidak bersalah, saya berpikir, statement Saudara Romi dalam pertemuan 13 Oktober 2008 lalu sudah memperjelas semuanya,” papar Hendro di depan forum. “Bahwa pertama, perusahaan pada dasarnya sudah tidak bisa menerima saya sebagai bagian dari SS Media. Kedua, perusahaan (SS Media) sudah tidak mungkin mengembangkan unit usaha yang bisa menampung kompetensi saya di bidang media massa,” tambahnya.

Untuk itu, Hendro siap di PHK karena alasan pensiun dengan beberapa catatan. Selain pesangon yang sesuai dengan UU, ia juga meminta agar SS membayar kerugian imaterial sebanyak 27 kali gaji. “Dimana 27 merupakan representasi masa kerja pasca penutupan Majalah Mossaik dan ketidakjelasan status, fungsi, job disc, dan perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan dari atasan yang saya anggap disengaja manajemen SS Media, terhitung sejak bulan Agustus 2006 hingga Oktober 2008,” jelas Hendro.

Hendro juga memberi catatan tambahan sebagai syarat, seperti permintaan agar manajemen SS mau membuat pernyataan di milis internal yang isinya siap memberi fasilitas pada upaya pembentukan serikat pekerja di SS Media, sekaligus memberi jaminan keselamatan karir dan kenyamanan siapapun yang tergabung di Serikat Pekerja SS Media.

Sedangkan catatan terakhir, ia juga meminta agar SS segera membangun sebuah mekanisme yang secara tegas, dalam pengertian memenuhi prasyarat legal dan formal, untuk memperjelas status karyawan, termasuk fungsi, hak, job disc, mekanisme kontrol dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, sekaligus re-orientasi SS sebagai sebuah lembaga media.

Usai pembacaan opsi penyelesaian ini, Romi mengatakan, perusahaan sulit untuk menerima poin-poin itu. Khususnya di pemenuhan kerugian imaterial, pernyataan di milis tentang serikat pekerja, dan upaya mempertegas status karyawan di Mossaik. Meski ia paham, SK yang dimiliki sebagian crew Mossaik memang perlu di-update. Karena SK lama itu masih menggunakan atribut pekerja media di Majalah Mossaik. Sementara sejak 2006, mereka sudah tidak bisa dikatakan sebagai tim redaksi Majalah Mossaik.

Karena perundingan mulai berjalan alot, akhirnya forum dihentikan dan rencananya akan dilanjukan Selasa (28/10).

Langkah Maju
Pertemuan kali ini, menurut Athoilah, Andre, dan Juli Eddy, sebetulnya sudah hampir sampai di ranah yang cukup positif. Karena kompromi dari dua belah pihak membuktikan, niat untuk mencapai penyelesaian sudah ada.

“Meski kalau boleh saya bilang, akan lebih bagus jika saudara Hendro tetap kembali bekerja di SS,” kata Atok. Namun sikap manajemen SS yang tegas menolak bergabungnya kembali Hendro, sudah sulit untuk dirubah.

Senada dengan penyataan ini, baik Hendro dan Romi juga sepakat, forum kali ini berjalan cukup baik. Hanya saja, kata Romi, ia sulit memenuhi poin-poin yang disampaikan Hendro. Khusus serikat pekerja dan niat perbaikan di status karyawan SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications, bentuk baru Majalah Mossaik), kata Romi, sebenarnya tak perlu dijadikan sebagai syarat.

“Karena itu memang hal yang ke depan akan jadi prioritas bagi kami, khususnya setelah muncul kasus Hendro. Ini pelajaran baik buat kita semua,” akunya.

Sementara Hendro menjelaskan, permintaan pemenuhan kerugian imaterial seperti yang ia katakan di forum, sebetulnya memiliki titik berat pada masa 27 bulan. “Bukan semata-mata pemenuhan kerugian imaterial. Tapi yang ingin saya katakan sebetulnya, selama 27 bulan itu, SS bersikap tidak profesional. Itu saja,” tandasnya.

“Dan saya juga nggak berminat untuk bicara duit. Ketika itu sudah saya sampaikan di forum, saya anggap sudah selesai. Karena harapan saya, itu jadi wacana di manajemen SS,” tambahnya.

Tentang permintaan serikat pekerja? “Saya merasa perlu diwacanakan sebagai syarat agar SS tahu, karyawan butuh jaminan keselamatan dan kenyamanan ketika akhirnya membangun serikat pekerja. Agar ke depan, ketika ada karyawan mengalami nasib seperti saya, karyawan tidak diadili dengan semena-mena seperti yang saya alami,” kata Hendro lagi.

Senin, 13 Oktober 2008

Direksi SS : Secara Legal Formal Hendro tak Bersalah

Bipartit SS-Hendro mulai Membidik Solusi

Dalam perspektif legal dan formal, Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik (Suara Surabaya Media), tidak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan. Pernyataan ini meluncur dari Romi Febriansyah, Direktur Umum dan Adminsitrasi Suara Surabaya menjelang akhir bipartit tiga di SS, Senin (13/10).

Seperti diketahui, pertengahan Juli 2008 lalu, Hendro diminta mengundurkan diri atau di PHK oleh SS karena dianggap sudah melakukan pelanggaran integritas. Pelanggaran ini berangkat dari aktifitas Hendro dengan membangun sebuah perusahaan yang core-nya sama dengan SS.

Meski oleh Iman Dwianto, Sekretaris AJI Surabaya dalam bipartit terdahulu sudah ditegaskan, benturan core business ini sebetulnya sulit dimengerti. Karena SS memiliki core business keradioan, sementara usaha Hendro mengarah pada wilayah yang jauh dari dunia keradioan. “Kalau Hendro bikin radio, baru bisa dibilang sebagai membuat usaha yang core-nya sama dengan SS,” kata Iman waktu itu.

Hadir dalam bipartit tiga, selain Hendro dan Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Adminsitrasi SS), Juliedi (corporate lawyer SS Media), Athoillah (LBH Surabaya), .... (LBH Surabaya), dan Punjung (staf keuangan).

Membuka pertemuan itu, Romi yang selalu memperjelas posisinya sebagai jembatan antara Hendro dengan manajemen SS Media mengatakan, perusahaan tetap menganggap Hendro melakukan pelanggaran. Yaitu pada sisi sudah melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan core busines perusahaan. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yang ada di komputer salah satu staf. “Dari komputer ini jelas kami temukan data atau file yang berhubungan dengan pekerjaan lain Hendro di luar pekerjaannya di SS. Mulai dari surat, profil, dan draft majalah,” papar Romi.

Menanggapi hal ini, Hendro tak merubah pendiriannya. Karyawan yang dalam beberapa bulan terakhir aktif mengkampanyekan perlunya serikat pekerja di SS ini mengatakan, ia merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Karena aktifitas di di luar sudah dilaporkan ke atasan. “Dan atasan saya malah bilang, itu rejeki saya. Artinya, dia tidak keberatan pada aktifitas saya di luar,” tandas Hendro.

Pertegas Posisi
Menurut Atohilah, untuk mengurai kasus perselisihan ini, SS mesti jelas dalam membuat definisi posisi Hendro di SS, baik saat masuk atau sesudah MOSSAIK ditutup pada tahun 2006. Karena sesuai SK perusahaan, Hendro masuk sebagai chief editor Majalah Mossaik. “Nah, saat Mossaik ditutup pada tahun 2006, posisi ini jadi rancu. Tak ada perubahan, tapi majalahnya sudah tidak ada,” kata pria yang akrab dipanggil Atok ini.
Menanggapi hal ini Romi mengatakan, secara legal formal, Hendro masih chief edior Mossaik. Tapi definisi Mossaik mulai berubah dari majalah menjadi unit lain. “Dalam perkembangannya, Majalah Mossaik ditutup dan berubah jadi sebuah lembaga yang bergerak di bidang taylor made media production, event organizer, dan lain-lain.

“Nah, pada fase itu jabatan Hendro secara legal apa? Posisi dia sebagai karyaan apa? Atau jangan-jangan kerja bakti? Atau apa? Ini yang mesti jelas kan?” tanya Atok lagi. Mendengar hal ini, Romi langsung menyanggah, bahwa persoalan Hendro tak lagi pada sisi azas legal formal dia sebagai karyawan.

Malah ia membuat ilustrasi tentang niat baik perusahaan yang selama ini mencoba untuk mempertahankan Hendro dan tim Mossaik. Secara bisnis, kata Romi, Mossaik yang pernah gagal mestinya membuahkan langkah PHK atau pensiun dini terhadap karyawan. Tapi hal ini tidak dilakukan. “Hak-hak karyawan Mossaik tetap terjaga. Mulai dari bonus sampai THR. Tak ada perubahan,” tegasnya.

“Kalau menurut saya, itu sesuatu hal yang tidak perlu dipaparkan. Soal gaji, THR, bonus, itu memang tugas perusahaan. Tak perlu dinyatakan sebagai sebuah kelebihan,” sanggah Hendro.

Suasana yang kian panas, kemudian coba diredakan Juliedi. Pengacara ini lantas mengingatkan forum agar kembali fokus pada akar masalah. “Sepertinya kita fokus pada kasus ini saja. Jangan bicara latar belakang atau hal-hal lain,” ingatnya. “Bagaimana kalau kita kembalikan kasus ini pada peraturan perusahaan,” lanjut Juliedi, dan langsung disambut kata setuju Atok.

Tak ada Pelanggaran
“Setelah kita pelajari, di Peraturan Perusahaan SS, kami justru melihat bahwa dalam hal ini tak ada satupun yang dilanggar saudara Hendro. Walau dipaksa-paksakan, juga tidak ada yang bisa disebut sebagai pelanggaran,” katanya. Dalam PP-nya SS hanya menggaris bawahi definisi pelanggaran pada sepuluh topik di pasal 31, dan di situ tak ada pelanggaran yang mengarah pada aktifitas lain bahkan pembuatan perusahaan lain.

Walau SS besikukuh bahwa pelanggaran itu berdasar catatan dalam SK, Atok mengatakan, itu bukan peraturan. Karena yang disebut peraturan dan tata tertib dalam kerja hanya peraturan perusahaan, bukan SK pengangkatan.

Romi kemudian membenarkan hal ini. Bahkan secara terus terang, ia mengakui adanya persoalan di SS pada sisi asas legal formal. Baik yang berhubungan dengan kekaryawanan, tata tertib, dan lain-lain. “PP itu dipaksakan. Bahkan keberadaannya di SS, menurut pak Toyo (Soetojo Soekomihardjo, Dirut PT Radio Fiskariajaya Suara Surabaya) tak perlu. Tapi saya bilang perlu. Jadinya ya gitu, ada kekuarangan, butuh penyempurnaan,” kata Romi.

Penjelasan ini agaknya tak menyurutkan pemaparan Atok tentang pelanggaran Hendro di sisi legal formal kekaryawanan yang sangat lemah. “Di pasal 33 peraturan perusahaan SS, ayat 3, dikatakan bahwa seseorang bisa diberhentikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu, pertama melanggar peraturan dan tata tertib, kedua, ternyata tidak mampu lagi melakukan pekerjaan. Nah, dalam dua kriteria ini, Hendro kan tidak ada masalah?” tanya Atok.

Kata Romi, “Benar. Secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran. Tapi pada sisi etika dan corporate culture, dia bermasalah. Yang pasti juga, manajemen SS juga sudah sulit untuk bekerja sama dengan Hendro. Benturannya terlalu banyak”.

Juliedi kemudian menyahut, “Bagi perusahaan seperti SS, di luar UU dan PP, ada yang lebih tinggi, yaitu filsafat dan corporate culture”. Kata Atok kemudian, “Wah kalau bicaranya ke sana kita juga susah. Bikin ukurannya apa, batasan dan patokannya mana? Yang pasti begini. Ketika Mossaik tutup tahun 2006, Hendro toh tetap terlibat dan bekerja dengan baik di sini, berakifitas, melebur dengan yang lain. Itu saja”.

Menuju Solusi
Meski sempat alot dan panas di tahap awal dialog, bipartit kali ini ternyata berbuah banyak kesepakatan positif. Seperti cara pandang terhadap persoalan yang makin kongkret, komitmen bahwa mesti ada solusi terbaik, dan jadwal pertemuan beikutnya.

“Intinya kalau LBH tetap berharap, SS bisa berkembang lebih baik bersama Hendro sebagai karyawannya. Tapi ini terserah Hendro dan SS dalam menyikapi,” kata Atok. Ke depan, lanjut dia, tinggal masuk pada opsi-opsi penyelesaian.

“Jadi masing-masing pihak nantinya saling menyampaikan usulan, lengkap dengan opsi-opsinya,” tambah Atok lagi, disambut anggukan masing-masing peserta bipartit tanda setuju. Dan pilihan hari yang disepakati adalah Selasa, 21 Oktober 2008, jam 11 pagi.***


Kronologi

13/10/2008, start jam 16.40

ROMI FEBRIANSYAH
Tetep dianggap melakukan pelanggaran pada sisi pekerjaan yg bersinggungan dg perusahaan, jenis usahanya bersinggungan dengan yg ada di SS. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yg ada di PC salah satu staf, yg berhubungan dg ‘pekerjaan lain di luar pekerjaan ss, surat menyurat, dll’.

HENDRO
Bukan sebuah pelanggaran

ROMI FEBRIANSYAH
Tetep dianggap melakukan pelanggaran pada sisi pekerjaan yg bersinggungan dg perusahaan, jenis usahanya bersinggungan dengan yg ada di SS. Kesimpulan ini diperoleh berdasar data temuan yg ada di PC salah satu staf, yg berhubungan dg ‘pekerjaan lain di luar pekerjaan ss, surat menyurat, dll’.

ATOK
Pingin memperjelas posisi Hendro di SS, baik saat masuk atau sesudah MOSSAIK ditutup

ROMI
Secara legal formal Hendro adalah chief edior Majalah Mossaik
Dlm perkembangannya, SS berkembang, Majalah Mossaik ditutup dan ber-evolusi jadi sebuah lembaga ‘palu gada’ à taylor made production, event organizer, dll
Perkembangan lebih lanjut, ditemukan file draft sebuah majalah yg siap cetak dg label MS dan kontak person yg menggunakan nama Hendro. Secara definitif, SS menilai bahwa MS memiiki karakteristik = SS. Ditambah pengakuan beberapa orang yg mempertegas Hendro adalah owner MS.

ATOK
Setelah MOSSAIK ditutup, jabatan hendro secara legal apa? Kerja bakti atau apa? Dll

ROMI
Menggaris bawahi sisi etika, apakah boleh seseorang membuat perushaaan yg secara core bersinggungan dg ss

YULIEDI
Tolong dikembalikan ke akar masalah, di kaitkan dengan hal-hal yg berhubungan dg PP dan lain-lain.

ATOK
Setuju, ke PP. Setelah dipelajari di pasal 31, tak ada satupun yg dilanggar saudara Hendro. Walau dipaksa-paksakan, juga tidak ada yg bisa disebut sebagai pelanggaran.

ROMI
Memang ada persoalan di SS pada sisi penataan legal formal. PP itu dipaksakan. SS menurut pak Toyo tak perlu PP. Tapi saya bilang perlu.
Memang tak ada pelanggara di PP. Tapi di surat pengangkatan.

ATOK
Tapi di pasal 33, ayat 3, bahwa “Diberhentikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku ...:
Melnggar peraturan dan tata tertib.
Ternyata tidak mampu...
Artinya Hendro tidak melakkan pelanggaran apapun. SK bukan peraturan dan tata tertib. Dalam UU Tenaga Kerja Pasal 13, yg disebut dg uu adalah yg ada legal formal dari disnaker.

YULIEDI
Di luar UU/PP kan ada yg lebih tinggi yaitu spirit, filsafat, dll
Mossaik tutup. Dan ada MCOMM. Hendro terlibat di sana, berakifitas, melbur dengan yang lain.

ATOK
Lho Hendro kan terlibat di situ? Dan selama ini nggak ada masalah?

ROMI
Secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran. Tapi pada sisi ETIKA dan CORPORATE CULTURE.
Manajemen juga sudah sulit untuk bekerja sama dengan HENDRO. Benturannya banyak. Jadi (menurut YULIEDI : Terus maunya apa?).

Disclaimer

AJI Surabaya adalah organisasi yang berdiri di bawah AJI Indonesia di Jakarta. Organisasi profesi yang berbasis serikat pekerja ini berkonsentrasi pada kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan profesionalitas jurnalis.


:: 2008, Allright reserved by AJI Surabaya