Berita Terbaru AJI Surabaya

Punya masukan untuk AJI Surabaya? Undangan, bahkan pengaduan pelanggaran etika anggota AJI Surabaya? Kirimkan melalui email di ajisurabaya@yahoo.com. Atau telp/fax di nomor 031.5035086. Semua masukan, kritik dll akan dimuat di blog ini. Tetap profesional dan independen!

Sabtu, 30 Agustus 2008

AJI Surabaya, LBH Surabaya dan Hendro Rapat Koordinasi

Iman D. Nugroho

Tim AJI Surabaya, LBH Surabaya dan Hendro D. Laksono akan menggelar pertemuan di LBH Surabaya, Selasa (02/09/08). Dalam pertemuan itu, akan dibahas strategi untuk menghadapi proses lanjutan dalam kasus perburuhan antara Hendro D. Laksono dengan Suara Surabaya Media.

"Dalam pertemuan kali ini, kita akan mengevaluasi perjalanan kasus ini, mulai awal hingga pertemuan di Disnaker pekan lalu," kata Hendro. Seperti diberitakan sebelumnya, Hendro yang didampingi AJI Surabaya dan LBH Surabaya memenuhi undangan Disnaker Surabaya untuk bertemu dengan pihak Suara Surabaya Media sebagai langkah bipartit. Dalam pertemuan itu tidak dicapai kata sepakat, karena kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan pendapat masing-masing.

Hendro tetap menolak tuduhan sepihak Manajemen Suara Surabaya Media yang mengatakan bahwa dirinya "pantas" di-PHK karena membuat perusahaan di dalam perusahaan. Padahal, tuduhan itu sama sekali tidak berdasar. Perusahaan yang dimaksud oleh manajemen Suara Surabaya Media sudah berdiri lama sebelum Majalah Mossaik Suara Surabaya (tempat Hendro bekerja sebagai Chief Editor).

Di sini yang lain, Hendro meminta alasan PHK yang seharusnya tertulis adalah PHK dikarenakan Majalah Mossaik tutup atau merugi. Bukan alasan tidak profesional seperti yang dituduhkan kepadanya. "Kalau memang Majalah Mossaik tutup dan merugi, harus secara terbuka diakui, jangan cari-cari alasan seperti itu," katanya.

Selasa, 26 Agustus 2008

Bipartit Hendro-SS Tak Capai Sepakat

Yudi Tirzano dan Andreas Wicaksono

Proses penyelesaian perselisihan antara Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik dengan perusahaannya bernaung Suara Surabaya (SS) Media resmi memasuki tahap bipartit. Penyelesaian dua pihak berselisih dalam perusahaan itu dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Selasa (26/8) siang. Pada pertemuan yang berlangsung pukul 11.30-12.00, kedua pihak tidak mencapai kata sepakat mengenai persoalan yang diselisihkan.

Hendro datang didampingi Mohammad, perwakilan dari LBH Surabaya. Di lain pihak SS Media diwakili oleh tim Kuasa Hukum dan Rommy Febriansyah, Direktur Umum & Administrasi. Seperti diketahui Majalah Mossaik bernaung di bawah manajemen SS Media yang juga mengelola radio Suara Surabaya FM.

Mohammad mengungkapkan pertemuan tidak mencapai sepakat karena kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Hasil pertemuan dinyatakan secara tertulis dalam Risalah Pertemuan Bipartit. Selanjutnya risalah diserahkan kepada pihak Disnaker Kota Surabaya yang diterima oleh staf Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, SR Fataring Diana.

"Masih akan dilakukan pertemuan kedua. Mengenai waktu terserah mas Hendro kapan bisa digelar lagi. Kemudian kami sampaikan kepada pihak SS Media," kata Mohammad usai pertemuan.

Hendro bersikukuh tidak terjadi pelanggaran integritas yang kemudian berbuntut diberikan sanksi skorsing seperti yang dituduhkan pihak manajemen SS Media. Sementara Rommy menyatakan bahwa Hendro telah melakukan pelanggaran serius karena bekerja pada perusahaan lain seperti yang dituduhkan. "Tidak boleh bekerja di tempat lain yang memiliki bisnis yang sama dengan perusahaan," tegas Rommy.

Tolak Mundur

Sebelum pertemuan bipartit digelar, Muhammad sempat menyatakan penolakan terhadap tawaran penyelesaian tripartit yang melibatkan karyawan, perusahaan dan Disnaker Kota Surabaya. Awalnya pihak Disnaker Kota Surabaya, melalui staf bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, Fataring Diana menawarkan mekanisme penyelesaian Tripartit kepada kedua pihak.

Namun LBH Surabaya menolak karena selama terjadi perselisihan pihak Hendro dengan manajemen SS Media belum sekalipun dilangsungkan pertemuan bipartit. "Pertemuan-pertemuan kedua pihak sebelumnya bukan termasuk bipartit karena tidak ada risalah," kata Muhammad.

Hendro mengakui sebelum berlanjut ke pihak Disnaker, telah diadakan pertemuan dirinya dengan manajemen SS Media. Dalam pertemuan dengan pihak manajemen, Hendro disodori tawaran mengundurkan diri secara sukarela. Tetapi dia menolak jika pengunduran diri yang dikaitkan dengan pelanggaran seperti dituduhkan pihak SS Media.

"Dalam pembicaraan informal memang sudah dibahas mengenai pilihan pensiun dini dan PHK (pemutusan hubungan kerja). Tetapi pihak SS Media tidak mengenal PHK sehingga saya diminta mengundurkan diri," urai Hendro.

Kamis, 21 Agustus 2008

Surat Disnaker Datang, "Pertempuran" Dimulai

Surat Panggilan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya dalam kasus perburuhan antara Chief Editor Majalah Mossaik, Hendro D. Laksono vs Suara Surabaya Media diterima Hendro D. Laksono, Selasa (19/08/08) ini. Dalam surat itu, Disnaker Surabaya meminta pihak yang berselisih, Hendro dan Pimpinan Suara Surabaya, Soetojo Soekomiharjo untuk datang ke kantor Disnaker Surabaya Selasa (26/08/08) ini.

Uniknya, surat Disnaker bernomor 560 itu menuliskan "Sdr. Hendro D. Laksono, dkk", sebagai pihak ke-2 yang berselisih. "Ini yang membingungkan saya, mengapa Disnaker menilai saya dan kawan-kawan (diwakili dengan singkatan "dkk" yang tertulis dala surat itu), apakah ada kawan lain yang akan bernasib seperti saya," kata Hendro. Lebih jauh Hendro mengatakan, sebagai bagian dari upaya menghormati proses hukum, dia akan menghadiri undangan Disnaker tersebut.

Sementara itu, Athoillah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengatakan, bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, pihaknya akan terus mengawal proses kasus perburuhan ini. Karena hal ini sekaligus menjadi upaya mengawal kasus perburuhan dengan adil sesuai hukum. "Kalau bukan buruh yang mengawal kasus ini, lalu siapa lagi, untuk itu kita harus mengikutinya, dan berharap ada keadilan di dalamnya," kata Athoillah.

Melalui surat itu Disnaker Surabaya menawarkan kepada dua pihak yang bersengketa untuk memilih dua solusi, Konsiliator atau Arbiter. Sesuai dengan pasal 4 ayat (3) Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). "Apa pilihan Hendro, tetap kami dukung," kata Athoillah.

Sejak kasus sengketa perburuhan Hendro D. Laksono dan Suara Surabaya Media mencuat, AJI Surabaya mendapatkan berbagai dukungan dari dalam dan luar negeri, melalui email. Sebagian besar dari email itu meminta Hendro D. Laksono untuk menjaga energi, karena kasus perburuhan selalu berhadapan dengan berbagai kendala. "Yang paling parah adalah tidak adanya mainset dukungan terhadap buruh," tulis salah satu email itu.

Sebelumnya, Suara Surabaya Media juga mengirim surat ke Hendro perihal perpanjangan masa skorsing. Dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Umum Administrasi Rommy Febriansyah itu, Hendro yang seharusnya mulai bekerja kembali pada 19 Agustus 2008 ini, "dipaksa " untuk kembali menerima skorsing hingga ada proses penyelesaian mediasi dari Disnaker. "Apapun itu, Saya akan tetap menghormati rules of the game. Yang Saya khawatir, justru nasib teman-teman Saya yang sampai sekarang masih bekerja di sana (Suara Surabaya Media). Jangan sampai merasakan apa yang saya rasakan,.." kata Hendro.***

Kamis, 14 Agustus 2008

AJI Surabaya Siapkan Survey Upah Layak Jurnalis Surabaya

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menyiapkan tim untuk melakukan survey upah layak jurnalis di Surabaya. Tim yang dinahkodai Andreas Wicaksono (MNC) dan Yudi Thirzano (SURYA) ini akan merumuskan nilai nominal upah layak jurnalis yang meliput dan tinggal di Surabaya. "Kami mengharapkan ada perbaikan nasib jurnalis di Surabaya, melalui upah layak ini," kata Andreas Wicaksono, awal Agustus ini.

Andreas mengungkapkan, survey upah layak jurnalis itu akan dilakukan pertengahan Agustus 2008 dan akan dirilis ke media pada awal September 2008. Dalam proses itu, tim AJI Surabaya akan melakukan wawancara dengan wartawan media massa cetak, elektronik dan dotcom di Surabaya. "Media yang ada di Surabaya, dan yang melakukan aktivitas penggajian di Surabaya akan kami wawancarai, dari proses itu, kami mengharapkan ada nilai nominal yang muncul," kata Andreas.

Upah layak, jelas Andreas, akan memiliki dampak positif bagi jurnalis. Seperti tidak adanya jurnalis yang menerima amplop dengan alasan kurang uang. "Selama ini, jurnalis penerima amplop sering kali menjadikan alasan kurang uang sebagai dasar melakukan praktek menerima suap atau amplop," katanya. Namun, semua itu berpulang pada kemauan pihak perusahaan. "Perusahaan, di manapun, selalu mengaku nggak punya cukup uang untuk menggaji jurnalisnya dengan layak, padahal tidak, perusahaan itu mampu, tapi tidak mau, hal itu yang harus diubah," katanya.

Upah layak jurnalis pertama kali digagas AJI Jakarta. Dalam survey yang dilakukan AJI Jakarta, ditentukan nilai nominal Rp.4,1 juta sebagai upah layak jurnalis yang ada di Jakarta. Dengan nilai nominal itu, jurnalis akan mampu melakukan peliputan dengan "tenang", lantaran tidak lagi dibebani oleh kurangnya pendapatan.

Selasa, 12 Agustus 2008

AJI Surabaya di detiksurabaya.com

Selasa, 12/08/2008 18:38 WIB
Terancam PHK, Jurnalis SS Media Ngadu ke LBH dan AJI
Budi Sugiharto - detikSurabaya

Surabaya - Kasus perselisihan antara jurnalis dengan perusahaan kembali terjadi. Kali ini dialami Hendro D. Laksono, Chief Editor majalah Mossaik (grup Suara Surabaya Media). Hendro mengaku diberlakukan dengan tidak adil dan mengadukan nasibnya ke AJI dan LBH Surabaya.

Dalam siaran pers AJI Surabaya yang diterima detiksurabaya.com, Selasa (12/8/2008), mulai 19 Juli 2008 hingga 18 Agustus 2008, Hendro diskorsing sembari menunggu sanksi dari perusahaan atas 'pelanggaran' yang dituduhkan kepadanya.

Hendro masuk Suara Surabaya Media (SS Media) sekitar bulan Juli-Agustus Oktober dan diminta untuk membangun dan mengembangkan sebuah majalah Mossaik yang terbit perdana pada Desember 2002. Hendro menjabat sebagai Manager/Chief Editor.

Sayangnya, kondisi bisnis Mossaik tak memperlihatkan perkembangan positif. Seperti dilansir AJI Surabaya, hingga pada Februari-Maret 2006, Suara Surabaya Media mempersiapkan majalah baru Surabaya City Guide. Mei 2006, wacana penutupan Mossaik mulai muncul, ketika Errol Jonathans (Direktur Operasional) memanggil Hendro dan menyatakan akan menutup Mossaik karena alasan bisnis yang bermasalah (merugi).

Padahal jauh sebelumnya, Majalah Mossaik malah sering dihadapkan pada pemahaman bahwa produk ini tidak memiliki beban profit 100%. Karena Majalah Mossaik diposisikan sebagai proyek idealis SS Media yang berorientasi pada pencitraan.

Januari 2007, Suara Surabaya Media meluncurkan EastJava Traveler (EJT), sebuah majalah hasil kerja sama SS Media dengan Disparta Jatim di bawah Mossaik Media Communication atau M-COMM. Produk yang diharapkan bisa berkibar ini pun akhirnya berhenti terbit.

Masuk tahun 2008, tepatnya pada pertengahan tahun, isu pemecatan kru Mossaik mulai muncul. Beberapa tim Mossaik ditanggil secara bergiliran, karena ada isu aktifitas side job yang dikerjakan oleh kru Mossaik. Meskipun tidak terbukti. Hendro pun bernasib sama. Hendro dituduh membuah lembaga baru yang 'bertabrakan' dengan M-COMM.

Hendro bersikukuh jika tudingan itu tak berdasar. "Saya sudah melibatkan LBH dan AJI sebagai konsultan hukum. Mereka sementara ini sebatas masih memberi masukan saja," kata Hendro yang dihubungi detiksurabaya.com. Pada sidang tanggal 19 Juli 2008 dengan HRD SS Media serta GM M-COMM, dirinya dituduh melakukan aktivitas yang sama dengan pekerjaan saya di SS Media, tambahnya.

"Saya ditawari memilih PHK atau mengundurkan diri. Kalau PHK saya minta sejak dulu, cuma alasannya bukan pelanggaran integritas. Tapi memang saat itu Mossaik tutup," ungkap Hendro.

Padahal, kata Hendro, usaha konsultan media yang dirintisnya itu sudah berdiri pada tahun 2002 (akta notaris), empat tahun sebelum M-COMM berdiri. "Jadi saya merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Apalagi, sejak masuk buan Juli atau Agustus tahun 2002 hingga sekarang, atribut yang dibebankan pada saya adalah Chief Editor Majalah Mossaik, bukan manajer M-COMM," tegas Hendro.

Direktur Umum Administrasi SS Media Romi Febriansyah membenarkan jika Hendro telah diskorsing karena melakukan pelanggaran berat.

"Sudah diskorsing. Karena ada pekerjaan yang sama dengan bisnis kita di SS Media. Kasus ini sudah diserahkan ke Disnaker untuk mediasi. Ini pelanggaran yang berat. Kita tunggu keputusan disnaker apapun itu," kata Romi kepada detiksurabaya.com.
(gik/gik)

Senin, 11 Agustus 2008

AJI dan LBH Surabaya Mendampingi Hendro D. Laksono

Press Release

AJI Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya melakukan pendampingan kasus perburuhan yang menimpa Hendro D. Laksono, Chief Editor majalah Mossaik. Dalam surat yang diterima AJI Surabaya Senin (11/08/08) ini, Hendro mengaku diberlakukan dengan tidak adil oleh Suara Surabaya Media.

Hendro masuk Suara Surabaya Media (sekitar bulan Juli-Agustus Oktober) dan diminta untuk membangun dan mengembangkan sebuah majalah Mossaik yang terbit perdana pada Desember 2002. Hendro menjabat sebagai Manager/Chief Editor. Mossaik memperoleh beberapa penghargaan. Diantaranya pada tahun 2204-2005, beberapa karya jurnalisiknya masuk di 5 Besar Karya Jurnalistik Pariwisata dalam Kontes Penulisan Jurnalistik Dinas Pariwisata Jawa Timur.

Beberapa karya di Majalah Mossaik juga jadi rujukan media-media lain, seperti IdeJournal.com (naskah wawancara khusus dengan Pramoedya Ananta Toer), Courrier International (artikel tentang apartemen di Surabaya dan Tradisi China di Jawa Timur). Dalam tiga tahun, Mossaik juga menggelar Mossaik Press Photo Contest yang kemudin tumbuh menjadi agenda fotografi nasional yang cukup diperhitungkan.

Sayangnya, kondisi bisnis Mossaik tak memperlihatkan perkembangan positif. Hingga pada Februari-Maret 2006, Suara Surabaya Media mempersiapkan majalah baru Surabaya City Guide. Mei 2006, wacana penutupan Mossaik mulai muncul, ketika Errol Jonathans (Direktur Operasional) memanggil Hendro dan menyatakan akan menutup Mossaik karena alasan bisnis yang bermasalah (merugi). Padahal jauh sebelumnya, Majalah Mossaik malah sering dihadapkan pada pemahaman bahwa produk ini tidak memiliki beban profit 100%. Karena Majalah Mossaik diposisikan sebagai proyek idealis SS Media yang berorientasi pada pencitraan.

Januari 2007, Suara Surabaya Media meluncurkan EastJava Traveler (EJT), sebuah majalah hasil kerja sama SS MEDIA dengan DISPARTA JATIM dibawah Mossaik Media Communication atau M-COMM. Produk ini jadi penyemangat luar biasa di kalangan tim REDAKSI Mossaik. Karena sedikit banyak, EJT memiliki beberapa ruang yang meski terbatas tapi cukup menjawab kerinduan dan kebutuhan aktualisasi tim. Meski akhirnya EJT berhenti terbit dengan alasan tidak jelas.

Masuk tahun 2008, tepatnya pada pertengahan tahun, isu pemecatan kru Mossaik mulai muncul. Beberapa tim Mossaik ditanggil secara bergiliran, karena ada isu aktifitas side job yang dikerjakan oleh kru Mossaik. Meskipun tidak terbukti. Hendro pun bernasib sama. Hendro dituduh membuah lembaga baru yang "bertabrakan" dengan M-COMM.

“Usaha yang Anda sebut bahwa saya terlibat, sudah berdiri pada tahun 2002 (akta notaris). Empat tahun sebelum M-COMM berdiri. Jadi saya merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Apalagi, sejak masuk buan Juli atau Agustus tahun 2002 hingga sekarang, atribut yang dibebankan pada saya adalah Chief Editor Majalah Mossaik, bukan manajer M-COMM," kata Hendro.

Core bisnis Majalah Mossaik dan M-COMM sangat berbeda. Sejak tahun 2006 hingga sekarang, tidak ada penjelasan, legalisasi status, dan updating jabatan struktural, fungsi, dan job disc Hendro. "Jadi kalau boleh saya bilang, M-COMM sebenarnya tidak pernah ada!” katanya. Mulai 19 Juli 2008 hingga 18 Agustus 2008, Hendro D. Laksono diskorsing sembari menunggu sanksi dari perusahaan atas "pelangaran" yang dituduhkan kepadanya. Kasus itu, saat ini masih berproses di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya.

Solidaritas AJI untuk Jurnalis dan Aktifis Kebebasan Berekspresi di Cina

“Kami yakin kesempatan yang diberikan kepada Cina untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2008 tidak hanya meningkatkan perekonomian kami tetapi juga memajukan kondisi sosial, pendidikan, kesehatan, termasuk hak asasi manusia..”

Janji itu disampaikan Wang Wei, Sekretaris Umum Komite Penawaran Pesta Olimpiade saat Pemerintah Beijing memperjuangkan posisinya menjadi tuan rumah Olimpiade 2008. Janji itu berhasil meyakinkan anggota Komite lainnya dan mereka setuju Cina menggelar pesta olah raga terbesar di dunia, Olimpiade 2008.

Sesaat setelah terpilih, pemerintah bergegas mempersiapkan segala hal, termasuk infrastruktur olah raga dan fasilitas pendukung Olimpiade yang dipusatkan di Beijing. Namun satu yang agaknya terlupakan oleh pihak berwenang Cina, yaitu janjinya untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia (HAM) di negerinya.

Hal ini diketahui dari masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Cina. Sebagai contoh, 30 wartawan dan 50 pengguna Internet di Cina saat ini berada di penjara untuk berbagai tuduhan pelanggaran. Tak mengherankan jika organisasi kebebasan media menilai Cina sebagai “pemenjara wartawan paling ternama di dunia.” Para wartawan nasional di Cina mengalami pembatasan dan penyensoran ketat. Mereka selalu menghadapi ancaman dipecat, diintimidasi, dilecehkan, atau ditahan apabila menulis artikel investigatisi berbau politik yang dinilai sensitif.

Sepanjang tahun 2007, wartawan asing melaporkan beragam kasus bagaimana mereka dilecehkan, diancam, ditahan dan diserang ketika melakukan peliputan di daerah-daerah luar Beijing. Para wartawan nasional pun melaporkan pelecehan dan intimidasi terus berlangsung, bahkan beberapa penerbitan dilaporkan telah ditutup disebabkan laporan-laporan mereka mengenai hal-hal yang dianggap sensitif secara politis. China Development Brief misalnya dihentikan penerbitannya pada tanggal 4 Juli 2007 oleh pemerintah Beijing, karena dituduh melakukan survei-survei tak berijin yang bertentangan dengan Undang-Undang Statistik 1983.

Pada 4 Agustus 2008, dua wartawan Jepang dipukuli secara brutal oleh polisi paramiliter Cina di perbatasan Kashgar, Xinjiang. Kedua korban itu Masami Kawakita (38), fotografer koran Chunichi Shimbun, dan Shinji Katsuta, (37), reporter dari Nippon Television Network. Pemukulan terjadi ketika mereka sedang meliput kekerasan Monday`s Attack, yaitu peristiwa penyerangan yang menewaskan 16 orang anggota kepolisian Cina.

Penyensoran di dalam negeri tetap terjadi di seluruh negeri. Menurut CPJ (Committee to Protect Journalists), semua media menghadapi pelarangan untuk meliput berita-berita ”sensitif”, seperti konflik etnis militer, agama yang tidak diakui negara -khususnya Falun Gong-, masalah internal Partai Komunis Cina dan sejumlah kebijakan pemerintah Cina.

Meski menjanjikan “kebebasan media secara penuh” selama Olimpiade 2008, pemerintah Beijing menerapkan standar ganda bagi wartawan asing dan nasional. Para pembaca dan pemirsa di Cina tampaknya tidak memiliki akses ke laporan berita asing mengenai topik-topik sensitif, terutama setelah peraturan dikeluarkan pada September 2006 yang memperketat pengawasan terhadap distribusi berita dari kantor-kantor berita asing di Cina.

Pada 8 Agustus 2008, pesta Olimpiade Beijing dimulai. Sebuah event internasional yang selayaknya bisa memadukan kebudayaan, pendidikan, meningkatkan penghidupan dan kualitas hak asasi warga negara. Inilah dasar dari piagam Olimpiade yang selama ini memberikan warisan positif kepada kota-kota dan negara-negara yang menjadi tuan rumahnya.

Pembatasan, pelecehan pihak berwenang Cina terhadap media, penyensoran di internet jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip utama Piagam Olimpiade, khususnya mengenai “penghormatan terhadap prinsip-prinsip moral yang universal dan mendasar” serta “pelestarian martabat manusia”.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI), adalah organisasi jurnalis di Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas internasional, kami memiliki kepedulian yang besar terhadap isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di China.

AJI menjadi anggota IFJ, IFEX, SEAPA dan FORUM ASIA. Internasional Federation of Journalist (IFJ) adalah organisasi wartawan internasional yang berkantor pusat di Brussel, Belgia, International Freedom of Expression Exchange (IFEX ) adalah organisasi advokasi yang berkantor pusat di Kanada, SEAPA adalah organisasi advokasi yang berkantor pusat di Bangkok. FORUM ASIA adalah organisasi jaringan lembaga HAM yang berkantor pusat di Bangkok.

Oleh karena itu, kami menyampaikan sikap:

Menyampaikan solidaritas terhadap intimidasi, sensor dan pemenjaraan yang dialami oleh aktifis kebebasan berekspresi dan jurnalis di Cina
Mendesak Pemerintah Cina untuk melepaskan jurnalis dan aktifis kebebasan berekspresi yang saat ini berada dalam tahanan
Mendesak pemerintah Cina untuk memberikan ruang kebebasan kepada jurnalis dan aktifis kebebasan berekspresi dalam menjalankan tugasnya
Menghimbau Pemerintah Cina untuk memanfaatkan momentum Olimpiade Beijing 2008 sebagai era baru bagi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Cina.

Jakarta, 7 Juni 2008

Ketua Umum
Heru Hendratmoko

Sekretaris Jenderal
Abdul Manan

Disclaimer

AJI Surabaya adalah organisasi yang berdiri di bawah AJI Indonesia di Jakarta. Organisasi profesi yang berbasis serikat pekerja ini berkonsentrasi pada kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan profesionalitas jurnalis.


:: 2008, Allright reserved by AJI Surabaya